SIGIT KINDARTO

"SELAMAT DATANG DI BLOG SANG OEMAR BAKRI"

Rabu, 28 Juli 2021

~ KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER ~




Sigit Kindarto, S.Pd., M.Pd.
Guru SMP Negeri 7 Cilacap
Pemenang KTI Nasional Simposium Guru Dikdas Kemdikbud
Tahun 2015

 

A.    Problematik Karakter Siswa

Peran sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan kualitas siswa. Dalam pasal 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas No. 20 Th. 2003) dijelaskan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

 

Dengan demikian kualitas siswa tidak hanya dilihat dari aspek intlektual semata, akan tetapi menyangkut ketiga aspek pendidikan, yaitu aspek kognitif yang berkaitan dengan kecerdasan, aspek afektif berkaitan dengan sikap, dan perilaku atau karakter, serta aspek psikomotor, berkaitan dengan kecakapan siswa.

Istilah karakter dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008: 683) diartikan sebagai ”tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang  dengan  yang  lain.  Watak dapat dimaknai sebagai sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku, budi pekerti, serta tabiat dasar”.    Menurut Munir Abdullah (2010 : 3) Karakter adalah sebuah pola, baik itu aturan, sikap, maupun tindakan yang melekat pada diri seseorang dengan kuat dan sulit dihilangkan. Sedangkan Suyanto menerangkan karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara (Darmiyati Zuchdi, 2012 : 27).

Pembentukan karakter seperti diungkapkan pakar Karakter dari UNY yaitu Prof. Zamroni  mencirikan nilai keberagaman yang berimplikasi pada terbentuknya perilaku menghormati dan menghargai orang lain / respect; keterbukaan dan adil / fairness; serta kepedulian / caring. (Mumpuniarti, 2012: 248-257),

Oleh karena itu, karakter yang dibudayakan di sekolah akan melahirkan siswa-siswa yang cerdas, baik dari sisi intelektual dan emosional yang dibuktikan dengan hasil belajarnya, implementasi sikap keseharian maupun kemampuan skillnya. Lembaga pendidikan tidak hanya sekedar menghasilkan lulusan yang berprestasi dari sisi nilai hasil ujian yang tinggi (kompetensi), akan tetapi mampu melahirkan generasi baru yang berkarakter mulia yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Generasi yang senantiasa mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam norma yang berlaku ke dalam tingkah laku keseharian.

Untuk mewujudkan hal tersebut maka lembaga pendidikan perlu mengembangkan kultur sekolah yang memfasilitasi warga sekolah dapat mengimplementasikan karakter mulianya. Pengembangan kultur sekolah memang sangat diperlukan karena kultur yang positif merupakan lahan yang subur untuk menumbuhkan karakter mulia bagi warganya (Darmiyati Zuchdi, 2012 : 3).

Saat ini perlu diwaspadai atau perhatian khusus terhadap prediksi yang diberikan  Thomas Lickona (1991: 51) akan terjadinya perilaku yang mengarah kepada dekarakterisasi moral di masyarakat. Dekarakterisasi  tersebut sebagai pertanda akan segera datangnya kehancuran suatu bangsa yaitu: 1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja, 2. Ketidakjujuran yang membudaya, 3. Semakin tingginya rasa tidak hormat kepada orangtua, guru, dan figur pemimpin 4. Pengaruh peer group terhadap tindakan kekerasan, 5. Meningkatnya kecurigaan dan kebencian, 6. Penggunaan bahasa yang memburuk, 7.  Penurunan etos kerja, 8. Menurunnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara, 9. Tingginya perilaku merusak diri, dan 10. Semakin kaburnya pedoman moral. 

Saat ini prediksi tersebut telah terlihat nyata di hadapan kita. Terjadinya tawuran yang melibatkan kaum berpendidikan (baca: pelajar dan mahasiswa) yang mestinya mengedepankan sisi intelektualitasnya dalam menyelesaikan problema bersama bukan ototnya yang diutamakan, pudarnya rasa hormat kepada orang tua, siswa berani melukai secara fisik gurunya. Dekadensi moral di kalangan pelajar sungguh meresahkan dan membuat keprihatinan banyak pihak, free sex merajalela, realita pelanggaran tata krama di jalan seakan sudah menjadi tradisi, ketidakjujuran merajalela disegala lini dan sendi kehidupan masyarakat ditunjukkan dengan banyak tersangka korupsi dan pungli yang berhasil ditangkap oleh petugas berwajib akan tetapi ternyata tidak mengurangi niat jahat bagi yang lain untuk berbuat yang sama. Perilaku tersebut menunjukkan bahwa bangsa ini telah terbelit oleh rendahnya moral, akhlak atau karakter (Darmiyati Zuchdi, 2012 : 1). Hal ini tentu menjadi pekerjaan rumah yang harus segera dicari solusinya.

Penulis berpikir bahwa untuk memutus mata rantai dekarakterisasi moral tersebut harus dimulai dari dunia pendidikan. Sekolah selama ini belum bertindak proaktif dalam penanaman budaya karakter mulia siswa karena sifatnya top-down. Oleh karena itu, sekolah  sebagai garda terdepan pembentuk karakter siswa sudah saatnya harus tampil optimal melalui program yang kreatif dengan mengutamakan kearifan lokal untuk memberikan inkulkasi karakter mulia kepada siswanya secara komprehensif (Darmiyati Zuchdi: 2012 : 35). Dengan demikian setiap sekolah harus dapat dan mampu menggali potensi yang dimilikinya dalam mengembangkan karakter mulia, sehingga setiap sekolah satu dengan lainnya mungkin mempunyai program dan pendekatan yang berbeda dalam penanaman inkulkasi karakter mulia ini karena disesuaikan dengan potensi diri, kearifan lokal serta stakeholdernya .

SMP Negeri 7 mempunyai cara dan pendekatan yang unik, menarik akan tetapi mampu mengajak siswa untuk membumikan dan membudayakan karakter mulianya karena cara pendekatan tersebut dapat diaplikasikan secara nyata dalam peri pergaulan dan kehidupan keseharian di sekolah.

 B.         Formula Jitu Pembentukan Karakter Jujur

Mensikapi prediksi Thomas Lickona tersebut, tentu memunculkan perenungan kepada praktisi pendidikan untuk menemukan formula jitu secara pragmatis untuk menanamkan pembentukan karakter mulia bagi siswa. Lembaga pendidikan menjadi garda terdepan sebagai institusi resmi yang membentuk karakter peserta didik guna mempersiapkan generasi masa depan Indonesia yang jujur, sehingga Indonesia akan menjadi terbebas dari perilaku korup dari pelaksana kenegaraannya di semua lini pemerintahan.

Karakter jujur yang dapat tersaji dalam kajian ini dan telah diimplementasikan dalam keseharian di lingkungan sekolah sebagai berikut:

1.        Reward Bintang Prestasi

2.        Warung SMS Mandiri

3.        Kantin Kejujuran

Ketiga kegiatan ini terbukti telah memberikan dampak positif bagi kehidupan keseharian siswa dan lingkungan sosial anak di sekolah. Kejujuran menjadi prinsip utama dalam menjalani kehidupan di lembaga pendidikan di SMP Negeri 7 Cilacap.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar