SIGIT KINDARTO

"SELAMAT DATANG DI BLOG SANG OEMAR BAKRI"

Minggu, 08 September 2013

Analisis Perbandingan 4 Mashab Desain Pembelajaran

ANALISIS DESAIN PEMBELAJARAN MODEL ADDIE
Istilah ADDIE merupakan singkatan dari Analyze, Design, Develop, Implement dan Evaluation. ADDIE telah banyak diterapkan dalam lingkungan belajar yang telah dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Berdasarkan landasan filosofi pendidikan penerapan ADDIE harus bersifat student center, inovatif, otentik dan inspriratif. Konsep pengembangannya sudah diterapkan sejak terbentuknya komunitas sosial. Pembuatan sebuah produk pembelajaran dengan menggunakan ADDIE merupakan sebuah kegiatan yang menggunakan perangkat yang efektif. ADDIE yang membantu menyelesaikan permasalah pembelajaran yang komplek dan juga mengembagkan produk-produk pendidikan dan pembelajaran Tujuan penulisan buku ini adalah untuk memperkenalkan pendekatan ADDIE sebagai landasan proses dalam membuat sumber-sumber belajar secara efektif.

A.    Langah-langkah Desain Model ADDIE
  1. Analyze – Analisis
Langkah-Langkah Analisis
a.       Validasi kesenjangan kinerja
b.      Merumuskan tujuan instruksional
c.       Mengidentifikasi karakteristik peserta didik
d.      Mengidentifikasi sumber-sumber yang dibutuhkan
e.       Menentukan strategi pembelajaran yang tepat
f.       Menyusun rencana pengelolaan program/proyek
Langkah-langkah tersebut diuraikan lebih terperinci sebagai berikut:
Ø  Menilai Kinerja: Mengukur kinerja actual, Menetapkan kinerja yang ingin dicapai, Mengidentifikasi penyebab
Ø  Merumuskan tujuan Instruksional: Menggunakan taksonomi Bloom, Taksonomi lain.
Ø  Mengidentifikasi karakter peserta didik: Kemampuan, pengalaman, motivasi, Sikap dan Lain-lain
Ø  Mengidentifikasi sumber-sumber: Mengidentifikasi pilihan-pilihan, Pertimbangan waktu, Konten, teknologi, fasilitas dan manusia
Ø  Menentukan strategi pembelajaran yang tepat: Mengidentifikasi pilihan-pilihan, Pertimbangan waktu,      Biaya setiap fase ADDIE,  Biaya keseluruhan.
Ø  Menyusun rencana kegiatan: Anggota Tim, batas-batas yang berarti, jadwal, Laporan akhir.
  1. Design – Desain
Tujuan: Memverifikasi kinerja yang akan dicapai dan pemilihan metode tes yang sesuai.
Langkah-langkah umum yang ditempuh dalam mendisain pembelajaran adalah:
a.       Menyusun daftar tugas-tugas
b.      Menyusun tujuan kinerja
c.       Menyusun strategi tes
d.      Menghitung investasi/biaya yang dikeluarkan
Komponen Disain: Diagram susunan tugas, Perangkat pelengkap tentang tujuan pembelajaran, Perangkat tes lengkap, Strategi Tes, Proposal investasi/biaya yang dikeluarkan
  1. Develop – Pengembangan
Tujuan: Menghasilkan dan memvalidasi sumber-sumber belajar
Fase Pengembangan
a.       Generate Content
b.      Select or develop Supporting Madia
c.       Develop guidance for the student
d.      Develop guidance for the teacher
e.       Conduct formative revisions
f.       Conduct a pilot tes
Tahapan ini merupakan tahapan produksi dimana segala sesuatu yang telah dibuat dalam tahapan desain menjadi nyata. Langkah-langah dalam tahapan ini diantaranya adalah: membuat objek-objek belajar (learning objects) seperti dokumen teks, animasi, gambar, video dan sebagainya; membuat dokumen-dokumen tambahan yang mendukung. Pengembangan merupakan langkah ketiga dalam mengimplementasikan model desain sistem pembelajaran ADDIE. Langkah pengembangan meliputi kegiatan membuat, membeli, dan memodifikasi bahan ajar. Dengan kata lain mencakup kegiatan memilih, menentukan metode, media serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau substansi program.
  1. Implement – Implementasi
Pada tahapan ini sistem pembelajaran sudah siap untuk digunakan oleh pemelajar. Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah mempersiapkan dan memasarkannya ke target pemelajar
a.       Menyiapkan Guru
b.      Menyiakan Pemelajar
Implementasi atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah keempat dari model desain sistem pembelajaran ADDIE. Tujuan utama dari langkah ini antara lain sebagai berikut.
Ø  Membimbing pemelajar untuk mencapai tujuan atau kompetensi.
Ø  Menjamin terjadinya pemecahan masalah/ solusi untuk mengatasi kesenjangan hasil belajar yang dihadapi oleh pemelajar.
Ø  Memastikan bahwa pada akhir program pembelajaran, pemelajar perlu memilki kompetensi pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang diperlukan.
  1.  Evaluate – Evaluasi
Tujuan dari fase evaluasi adalah mengukur kualitas dari produk dan proses sebelum dan setelah pelaksanaan kegiatan.
Prosedur utama dari proses evaluasi adalah :
a.       Menentukan kriteria evaluasi
b.      Memilih alat untuk evaluasi
c.       Mengadakan evaluasi itu sendiri
Hasil dari evaluasi adalah perencanaan evaluasi.
Komponen dari perencanaan evaluasi adalah :
Ø  Sebuah ringkasan tentang tujuan, alat pengumpul data, tanggung jawab terhadap waktu dan perorangan/group  untuk setiap level evaluasi
Ø  Satu set kriteria penilaian evaluasi
Ø  Satu set alat untuk evaluasi
 Konsep Penting Dalam Desain Instruksional Model ADDIE
1)      Tahap Analisis
Kosep menarik dari tahap ini adalah bagaimana seorang perancang instruksional melakukan analisis kinerja untuk mengetahui dan mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa penyelenggaraan program pembelajaran atau perbaikan manajemen, apakah masalah tersebut adalah benar-benar masalah dan membutuhkan upaya untuk penyelesaian. Disamping itu kemampuan menganalisis kebutuhan, juga merupakan langkah yang sangat penting untuk menentukan kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh pemelajar untuk meningkatkan kinerja atau prestasi belajar.
2)      Tahap Desain
Langkah penting yang dilakukan dalam tahap desain adalah bagaimana seorang perancang instruksional mampu menetapkan pengalaman belajar atau learning experience seperti apa yang perlu dimiliki oleh pemelajar selama mengikuti aktivitas pembelajaran. Hal tersebut berkaitan juga dengan akltifitas mendesain, daftar tugas, Perangkat pembelajaran, dan penyusunan strategi tes, dan rancangan investasi program.
3)      Tahap Pengembangan
Konsep penting dalam tahap ini adalah bahwa seorang perancang instruksional harus memiliki kemampuan mencakup kegiatan memilih dan menentukan metode, media, serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam menyampaikan materi atau substansi program pembelajaran.
4)      Tahap Implementasi
Konsep penting pada tahap implementasi, adalah bagaimana perancang instruksional mampu memilih metode pembelajaran seperti apa yang yang paling efektif dalam menyampaikan bahan atau materi pembelajaran. Bagaimana upaya menarik dan memelihara minat pemelajar agar mampu memusatkan perhatian pada penyampaian materi.
5)      Tahap Evaluasi
Konsep penting dari tahapan evaluasi model ADDIE adalah bagaimana seorang perancang instruksional mampu melakukan evaluasi keseluruhan model, dari tahap awal sampai akhir. Langkah-langkah yang penting dalam evaluasi model ADDIE adalah bagaimana menentukan kriteria evaluasi, memilih alat untuk evaluasi, dan mengadakan Evaluasi itu sendiri. Kegiatan evaluasi setidaknya mampu menjawab pertanyaan sebagai berikut: bagaimana sikap pemelajar terhadap kegiatan pembelajaran secara keseluruhan, bagaimana peningkatan kompetensi dalam diri pemelajar yang merupakan dampak dari keikutsertaan dalam program pembelajaran, dan keuntungan apa yang dirasakan oleh sekolah akibat adanya peningkatan kompetensi pemelajar setelah mengikuti program pembelajaran.
B.     Kendala Implementasi di Pembelajaran
Kendala yang mungkin dihadapai dalam implementasi ditempat kerja.
  1. Pada tahap analisis: dimana pada saat melakukan anailisis kinerja dan analisis kebutuhan, kekhawatiran tidak fokusnya guru dalam menganalisis kinerja dan kebutuhan, apakah analisis yang dilakukan memang benar-benar suatu hal yang sangat urgen. Jika hal tersebut terjadi maka akan sangat berpengaruh terhadap tahapan desain selanjutnya.
  2. Pada tahap desain: Kendala yang mungkin dihadapi adalah menetapkan pengalaman belajar kepada pemelajar, hal ini terkait dengan desain tes, perangkat pembelajaran, yang membutuhkan biaya, kendala utama adalah jika dalam mengembangkan program tidak didukung oleh dana yang cukup dari sekolah.
  3. Pada tahap pengembangan: Kendala yang mungkin dihadapi adalah tidak tersedianya media yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, dan karakteristik pemelajar, padahal media yang dimaksudkan sangat menunjang ketercapaian kompetensi bagi pemelajar.
  4. Pada tahap Implementasi: Kendala yang dihadapi pada tahap ini, bisa datang dari pembelajar maupun dari pemelajar itu sendiri, dari pihak pembelajar, adanya ketidak sesuaian metode yang sudah dirancang sejak awal dengan metode yang dilakukan dilapangan, hal ini mungkin saja terjadi jika kondisi dilapangan tidak mendukung untuk menerapkan metode yang telah ditetapkan. Sementara dari pihak pemelajar, adalah menurunnya minat belajar pada saat penyampaian materi.
  5. Pada tahap evaluasi: kendala yang mungkin dihadapi adalah bagaimana menentukan kriteria evaluasi, memilih alat untuk evaluasi, dan mengadakan evaluasi secara akurat yang sesuai dengan kondisi yang diharapkan.  
    ANALISIS DESAIN PEMBELAJARAN MODEL KEMP

    Menurut Kemp Pengembangan perangkat merupakan suatu lingkaran yang kontinum. Tiap-tiap langkah pengembangan berhubungan langsung dengan aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini dimulai dari titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut.Pengembangan perangkat model Kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk dapat memulai dari komponen manapun. Namun karena kurikulum yang berlaku secara nasional di Indonesia dan berorientasi pada tujuan, maka seyogyanya proses pengembangan itu dimulai dari tujuan.
    Kemp mengembangkan model desain intruksional yang paling awal bagi pendidikan. Model Kemp memberikan bimbingan kepada siswanya untuk berpikir tentang masalah-masalah umum dan tujuan-tujuan pembelajaran.
    Ada 9 langkah-langkah model pembelajaran Kemp antara lain;
    1.      Menentukan Tujuan Pembelajaran Umum atau Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam setiap pembelajaran
    2.      Membuat analisis tentang karakteristik siswa. Analisis ini untuk mengetahui apakah latar belakang pendidikan dan sosial budaya siswa memungkinkan untuk mengikuti program, serta langkah-langkah apa yang perlu diambil.
    3.       Menentukan tujuan pembelajaran khusus atau indikator, yaitu tujuan yang spesifik, operasional, dan terukur. Dengan demikian, siswa dapat mengetahui apa yang harus dipelajari, bagaimana cara mengerjakan, dan apa ukurannya bahwa siswa telah berhasil. Dari segi guru, rumusan itu berguna dalam menyusun tes kemampuan dan pemilihan bahan yang sesuai.
    4.      Menentukan materi/bahan pelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran khusus.
    5.      Menentukan penjajagan awal (preassessment) atau pretest, yaitu untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memnuhi persyaratan belajar. Dengan demikian, guru dapat memilih materi yang dibutuhkan dan diperlukan tanpa harus menyajikan materi yang tidak perlu dan siswa tidak cepat bosan.
    6.      Menentukan stategi belajar-mengajar dan sumber belajar yang sesuai. Kriteria umumnya yaitu: efisiensi, keefektifan, ekonomis, kepraktisan melalui suatu analisis alternative.
    7.      Koordinasi sarana penunjang yang diperlukan, meliputi biaya, fasilitas, peralatan, waktu, dan tenaga.
    8.      Mengadakan evaluasi, yaitu mengontrol dan mengkaji keberhasilan program secara keseluruhan yaitu siswa, program pembelajaran,instrument evaluasi, dan metode yang digunakan.
    9.      Melakukan kegiatan revisi perangkat pembelajaran, setiap langkah rancangan pembelajaran selalu dihubungkan dengan revisi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki rancangan yang dibuat
    Kelebihan:
    1.      Segala kegiatan telah terpeinci
    2.      Dalam penyampaian materi akan bisa disesuaikan dengan kemampuan siswa karena adanya pre test
    3.      Dalam model pembelajaran Kemp ini, di setiap melakukan langkah terdapat revisi terlebih dahulu guna menuju ke tahap berikutnya. Tujuannya ialah terdapat kekurangan di tahap tersebut, dapat dilakukan perbaikan sebelum melangkah ke tahap selanjutnya.

    Kekurangannya:
    1.      Model pembelajaran Kemp condong ke pembelajaran klasikal atau pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, peran guru sangat berpengaruh besar, karena mereka dituntut dalam rangka program pengajaran, instrument evaluasi, dan stategi pengajaran.
    2.      Membutuhkan waktu yang lama dalam perencanaan
    3.      Waktu untuk penyampaian materi berkurang untuk pemberian pre test

    A.    Kriteria model desain instruksional yang baik.
    Begitu banyaknya model instruksional yang serupa, dapat mempersulit pemakai untuk memilih model yang terbaik untuk diterapkan dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, alangkah lebih baik apabila model yang dipilih dapat memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :
    1.      Sederhana, yaitu bentuk yang sederhana akan lebih mudah untuk dimengerti, diikuti dan digunakan.
    2.      Lengkap, yakni suatu model pengembangan desain pembelajaran yang lengkap haruslah mengandung tiga unsur pokok, yaitu identifikasi, pengembangan dan evaluasi.
    3.      Mungkin diterapkan, artinya model yang dipilih hendaklah dapat diterima dan dapat diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat
    4.      Luas, yakni jangkauan model tersebut hendaklah cukup luas, tidak saja berlaku untuk pola belajar mengajar yang konvensional, tetapi juga proses belajar mengajar yang lebih luas, baik yang menghendaki kehadiran guru secara fisik maupun yang tidak
    5.      Teruji, yaitu model yang bersangkutan telah dipakai secara luas dan teruji/terbukti dapat memberikan hasil yang baik.
    Apabila model-model yang sudah ada ternyata tidak ada yang memenuhi kelima kriteria tersebut maka masih ada kemungkinan untuk mengembangkan model yang baru yang sesuai dengan situasi dan kondisi pemakai. Mungkin dapat menciptakan model yang baru atau cukup dengan memodifikasi model yang sudah ada.

    DESAIN PEMBELAJARAN MODEL DICK AND CAREY
    1.      Pengertian Model Dick dan Carey
    Model Dick and Carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan kata lain, system yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya. Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pembelajaran pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan pembangunan. Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar sebagai berikut.
    a.       Pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran.
    b.      Adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki.
    c.       Menerangkan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran
    Dick, Carey, dan Carey memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan menganggap pembelajaran adalah proses yang sitematis. Pada kenyataannya cara kerja yang sistematis inilah dinyatakan sebagai model pendekaan sistem. Dipertegas oleh Dick, Carey, dan Carey bahwa pendekatan sistem selalu mengacu kepada tahapan umum sistem pengembangan pembelajaran (Instructional Systems Development/ ISD). Jika berbicara masalah desain maka masuk ke dalam proses, dan jika menggunakan istilah instructional design (ID) mengacu kepada instructional system development (ISD) yaitu tahapan analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Instructional desain inilah payung bidang
    Komponen model Dick, Carey, dan Carey meliputi; pembelajar, pebelajar, materi, dan lingkungan. Demikian pula dilingkungan pendidikan non formal meliputi; warga belajar (pebelajar), tutor (pembelajar), materi, dan lingkungan pembelajaran. Semua berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bila melihat komponen bekerja dengan memuaskan atau tidak maka perlu mengembangkan format evaluasi. Jika dari hasil evaluasi menunjukkan unjuk kerja pebelajar tidak memuaskan maka komponen tersebut direvisi untuk mencapai kriteria efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
    Komponen model Dick, Carey, dan Carey dipengaruhi oleh Condition of Learning hasil penelitian Robert Gagne yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1965. Condition of learning ini berdasarkan asumsi psikologi behavioral, psikologi cognitive, dan konstruktivisme yang diterapkan secara eklektik. Tiga proyek utama yang dihasilkan oleh Gagne yaitu; (1) instructional events, (2) types of learning outcomes, (3) internal conditions and external conditions. Ketiganya merupakan masukan yang penting dalam memulai kegiatan desain pembelajaran
    Komponen dan tahapan model Dick, Carey, dan Carey lebih kompleks jika dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain seperti ADDIE dan Kemp. Walaupun model ADIIE dan Kemp juga memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem, tetapi sedikit berbeda. Mereka menyebutkan desain pembelajaran sebagai metode yang sistematis tetapi bukan pendekatan sitematis. Tahapan yang diguanakan yaitu perencanaan, pengembangan, evaluasi, dan managemen proses. Sedangkan komponen dasar sistem meliputi learners, objectives, methods, dan evaluation yang selanjutnya dikembangkan menjadi 9 (sembilan) rencana desain pembelajaran.
    Pada umumnya, tahap pertama dalam desain pembelajaran adalah analisis untuk mengetahui kebutuhan dalam pembelajaran, dan mengidentifikasi masalah-masalah apa yang akan dipecahkan. Model Dick, Carey, dan Carey menerapkan tahapan ini, dengan demikian pengembangan yang dilakukan berbasis kebutuhan dan pemecahan masalah. Produk yang direkomendasikan dalam model ini yaitu sebuah produk yang dapat digunakan untuk belajar mandiri. Model ini juga memungkinkan warga belajar menjadi aktif berinteraksi karena menetapkan strategi dan tipe pembelajaran yang berbasis lingkungan. Dengan bentuk pembelajaran yang berbasis lingkungan, yang disesuaikan dengan konteks dan setting lingkungan sekitar atau disebut juga sebagai situational approach oleh Canale dan Swain  memungkinkan pebelajar bahasa dapat mengoptimalkan kompetensi komunikatif
    Model desain sistem pembelajran yang dikemukakan oleh Dick dan Carey telah lama digunakan untuk menciptakan program pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. Model yang dikembangkan didasarkan pada penggunaan pendekatan sistem atau system approach terhadap komponen-komponen dasar dari desain sistem pembelajaran yang meliputi analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Model ini terdiri atas beberapa komponen dan subkomponen yang perlu dilakukan untuk membuat rancangan aktivitas yang lebih besar. Pengembangan model desain sistem pembelajara ini tidak hanya diperoleh dari teori dan hasil penelitian, tetapi juga dari pengalaman praktis yang diperoleh dilapangan. Implementasi model desain sistem pembelajaran ini memerlukan proses yang sistematis dan menyeluruh. Hal ini diperlukan untuk dapat menciptakan desain sistem pembelajaran yang mampu digunakan secara optimal dalam mengatasi masalah-masalah pembelajaran (Swandiningrat, 2011).
    2.      Langkah-Langkah Model Dick dan Carey
    Tahapan model pengembangan sistem pembelajaran (Instructional Systems Develovment/ ISD) Dick, Carey, dan Carey terdiri dari 10 tahapan. Tahapan tersebut dapat dicermati sebagaimana dalam gambar 2.2. Khusus tahapan ke 10 tidak dimasukkan dalam gambar, karena itu landasan teori penelitian ini dikembangkan berdasarkan 9 tahapan. Berikut dijelaskan tahapan pengembangan sistem pembelajaran Dick and Carey, sebagai berikut :
    a.       Mengidentifikasi Tujuan Pembelajaran.
    Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam menerapkan model desain sistem pembelajaran ini adalah menentukan kemampuan atau kompetensi yang perlu dimiliki oleh siswa setelah menempuh program pembelajaran. Hal ini disebut dengan istilah tujuan pembelajaran atau Instructional Goal. Rumusan tujuan pembelajaran dapat dikembangkan baik dari rumusan tujuan pembelajran yang sudah ada pada silabus maupun dari hasil analisis kinerja atau Performance Analysis. Rumusan tujuan pembelajaran dapat juga dihasilkan melalui proses analisis kebutuhan atau need analysis dan pengalaman-pengalaman tentang kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa
    Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan pembelajaran adalah langkah pertama yang dilakukan untuk menentukan apa yang anda inginkan setelah warga belajar melaksanakan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat diperoleh dari serangkaian tujuan pembelajaran yang ditemukan dari analisis kebutuhan, dari kesulitan-kesulitan warga belajar dalam praktek pembelajaran, dari analisis yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja dalam bidang, atau beberapa keperluan untuk pembelajaran yang aktual
    Tujuan pembelajaran idealnya diperoleh dari analisa kebutuhan yang benar benar  mengindikasikan adanya suatu masalah yang pemecahannya adalah dengan memberikan pembelajaran. Sasaran akhir dari suatu pembelajaran adalah tercapainya tujuan  pembelajaran umum, oleh karena itu dalam merancang pembelajaran harus memperhatikan secara mendalam rumusan tujuan pembelajaran umum yang akan ditentukan.
    Secara umum informasi yang dicari dalam proses mengidentifikasi kebutuhan instruksional adalah kompetensi siswa saat ini untuk dibandingkan dengan kompetensi yang seharusnya dikuasai untuk dapat melaksanakan pekerjaan atau tugasnya dengan baik. Bagi pengembang instruksional, informasi yang bermanfaat adalah informasi tentang kurangnya prestasi siswa yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan, bukan yang disebabkan oleh kurangnya peralatan kerja, sikap atassan atau lingkungan kerja lainnya. Hanya masalah yang disebabkan kurangnya siswa dalam mendapatkan kesempatan pendidikan atau pelatihan yang dapat diatasi dengan kegiatan instruksional.
    Seringkali pengembang instruksional terlalu cepat mengambil kesimpulan, bahwa setiap indicator yang menunjukkan rendahnya prestasi siswa harus diselesaikan dengan pelajaran atau pelatihan. Kesimpulan seperti itu belum tentu benar, seharusnya pengembang instruksional melakukan satu langkah tambahan yaitu mencari factor penyebab ketidakmampuan siswa sebelum menentukan cara membantunya dalam mencapai kemampuan yang diharapkan.
    b.       Melakukan Analisis Instruksional.
    Setelah melakukan identifikasi tujuan pembelajaran, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis instruksional, yaitu sebuah prosedur yang digunakan untuk menentukan keterampillan dan pengetahuan relevan dan diperlukan oleh siswa untuk mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran. Dalam melakukan analisis instraksional, beberapa langkah diperluakan untuk mengidentifikasi kompetensi, berupa pengetahuan (cognitive), keterampilan ( psychomotor ), dan sikap ( atitudes ) yang perlu dimiliki oleh siswa setelah mengikuti proses pembelajaran. Proses analisis instruksional akan mudah dilakukan dengan menggunakan “peta” yang menggambarkan keterkaitan dan hubungan seluruh keterampilan dan kemampuan yang diperlukan untuk mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran.
    Tujuan utama analisis pembelajaran adalah mengidentifikasi pengetahuan dan ketrampilan yang harus ada pada pembelajaran. Karena prosesnya relatif  kompleks, analisis pembelajaran terhadap tujuan pembelajaran umum dapat dilakukan melalui dua tahap : 1) menggolongkan pernyataan tujuan umum menurut jenis kapabilitas belajar. 2) melakukan analisa lanjutan untuk mengidentifikasi ketrampilan bawahan.  Keduanya merupakan proses analisa pembelajaran.  Pembelajaran ketrampilan psikomotor biasanya memerlukan perpaduan ketrampilan intelektual dan ketrampilan motorik.  Langkah pertama untuk analisa dilakukan dengan menerapkan prosedur analisis hierarkis.
    Menentukan kemampuan apa saja yang terlibat dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan dan menganalisa topik atau materi yang akan dipelajari. Analisis ini akan menghasilkan diagram tentang keterampilan-keterampilan/ konsep dan menunjukkan keterkaitan antara keterampilan konsep tersebut. Menurut Dick and Carey, analisis instruksional adalah suatu prosedur, yang apabila diterapkan pada suatu tujuan instruksional akan menghasilkan suatu identifikasi kemampuan-kemampuan bawahan yang diperlukan bagi siswa untuk mencapai tujuan instruksional. Sedangkan menurut Essef, analisis instruksional adalah suatu alat yang dipakai para penyusun desain instruksional atau guru untuk membantu mereka didalam mengidentifikasi setiap tugas pokok yang harus dikuasai/dilaksanakan oleh siswa dan sub tugas yang membantu siswa dalam menyelesaikan tugas pokok. Berbagai kondisi internal dan eksternal yang diperlukan untuk setiap jenis belajar. Misalnya, untuk strategi kognitif untuk belajar, harus ada kesempatan untuk berlatih mengembangkan solusi untuk masalah-masalah baru, untuk mempelajari sikap, peserta didik yang harus terkena yang kredibel peran model atau argumen persuasif.
    c.        Menganalisis karakteristik siswa dan konteks pembelajaran
    Selain melakukan analisis tujuan pembelajaran, hal penting yang perlu dilakukan dalam menerapkan model ini adalah analisis terhadap karakteristik siswa yang akan belajar dan konteks pembelajaran. Kedua langkah ini dapat dilakukan secara bersamaan atau paralel. Analisis konteks meliputi kondisi-kondisi terkait dengan keterampilan yang dipelajari oleh siswa dan situasi yang terkait dengan tugas yang dihadapi oleh siswa untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari. Analisis terhadap karakteristik siswa meliputi kemampuan aktual yang dimiliki oleh siswa, gaya belajar, dan sikap terhadap aktivitas belajar. Identifikasi yang akurat tentang karakteristik siswa yang akan belajar dapat membantu perancang program pembelajaran dalam memilih dan menentukan strategi pembelajaran yang akan digunakan.
    Analisis pararel terhadap warga belajar dan konteks dimana mereka belajar, dan konteks apa tempat mereka menggunakan hasil pembelajaran. Keterampilan-keterampilan warga belajar yang ada saat ini, yang lebih disukai, dan sikap-sikap ditentukan berdasarkan karakteristik atau setting pembelajaran dan setting lingkungan tempat keterampilan diterapkan. Langkah ini adalah langkah awal yang penting dalam strategi pembelajaran. Ketika melakukan analisis terhadap keterampilan-keterampilan yang perlu dilatihkan dan tahapan prosedur yang perlu dilewati, juga harus dipertimbangkan keterampilan apa yang telah dimiliki siswa saat mulai mengikuti pengajaran. Yang penting juga untuk diidentifikasi adalah karakteristik khusus siswa yang mungkin ada hubungannya dengan rancangan aktivitas-aktivitas pengajaran. Misalnya pembelajar harus memliki kemampuan membaca, kemampuan perhitungan dasar atau kemampuan verbal dan spatial. Kepribadian dari pembelajar juga mempengaruhi design yang akan dibuat.

    d.      Merumuskan tujuan pembelajaran khusus
    Berdasarkan hasil analisis instruksional, seorang perancang desain sistem pembelajaran perlu mengembangkan kompotensi atau tujuan pembelajaran spesifik (Instructional Objectives) yang perlu dikuasi oleh siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang bersifat umum. (Intructional Goal) perumusan tujuan khusus pembelajaran merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai siswa setelah mereka selesai mengikuti kegiatan pembelajaran. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran khusus, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, sebagai berikut.
    1)      Menentukan pengetahuan dan keterampilan yang  dimiliki oleh siswa setelah menempuh proses pembelajaran.
    2)      Kondisi yang diperlukan agar siswa dapat melakukan unjuk kemampuan dari pengetahuan yang telah dipelajari. Komponen kondisi dalam tujuan pembelajaran khusus menyebutkan sesuatu yang secara khusus diberikan atau tidak diberikan ketika pebelajar menampilkan perilaku yang ditetapkan dalam tujuan.  Komponen kondisi bisa berupa bahan dan alat, informasi dan lingkungan.
    3)      Indikator atau kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan keberhasilan siswa dalam menempuh proses pembelajaran. Kriteria yang relevan tersebut dapat berupa kecermatan, waktu (kecepatan), kesesuaian dengan prosedur, kuantitas atau kualitas hasil akhir. Menuliskan tujuan unjuk kerja (tujuan pembelajaran). Berdasarkan analisis tujuan pembelajaran dan pernyataan tentang perilaku awal, catatlah pernyataan khusus tentang apa yang dapat dilakukan oleh warga belajar setelah mereka menerima pembelajaran. Pernyataan-pernyataan tersebut diperoleh dari analisis pembelajaran. Analisis pembelajaran dimaksudkan untuk mengidentifikasi keterampilan-keterampilan yang dipelajari, kondisi pencapaian unjuk kerja, dan kriteria pencapaian unjuk kerja. Dewasa ini dalam dunia pendidikan sering muncul instilah rumus “ABCD” dalam merumuskan tujuan pembelajara khusus.

    a)      Audiens
    b)      Behavior.
    c)      Condition
    d)     Degree.


    e.       Mengembangkan instrumen penilaian
    Berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, langkah selanjutnya adalah mengembangkan alat atau instrumen penilaian yang mampu mengukur pencapaian hasil belajar siswa. Yang perlu diperhatikan dalam menentukan instrumen evaluasi yang akan digunakan adalah instrumen harus dapat mengukur performa siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.  Beberapa tujuan pembelajaran  tidak bisa diukur dengan tes obyektif tetapi harus diukur unjuk kerja dengan pengamatan penilai.  Untuk membuat instrumen penilaian ini harus dilakukan pemberian skor untuk tiap langkah yang dilakukan oleh pebelajar.
    Tes acuan patokan disusun secara langsung untuk mengukur tingkah laku yang digambarkan dalam tujuan. Ada empat jenis tes acuan patokan sebagai berikut.
    1)      Tes perilaku awal atau entry behavior test.  Tes ini diberikan sebelum mulai pembelajaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah pebelajar telah menguasai ketrampilan yang menjadi prasyarat bagi pembelajaran.
    2)      Tes pendahuluan atau pre test, adalah tes acuan patokan yang diperlukan untuk mengetahui profil pebelajar sehubungan dengan analisis pembelajaran. Pre test tidak selalu harus dilakukan.  Pada saat topic yang akan dipelajari merupakan sesuatu yang baru, maka hasilnya pre test kadang tidak bisa menggambarkan kemampuan pebelajar yang sebenarnya. Hal ini karena pebelajar mungkin menebak jawaban tes.
    3)      Latihan adalah tes yang bertujuan untuk membuat pebelajar berpartisipasi aktif dalam pembelajaran. Latihan bisa membuat pebelajar mengulang kembali pengetahuan dan ketrampilan baru sekaligus menilai tingkat pemahaman dan ketrampilannya sendiri. Pembelajar menggunakan hasil latihan untuk memberikan umpan balik dan memonitor kecepatan pembelajaran.
    4)      Post test adalah tes acuan patokan yang mencakup seluruh tujuan pembelajaran yang mencerminkan hasil belajar yang dilakukan siswa. Meskipun begitu, tujuan awal post test adalah untuk mengidentifikasi bagian pembelajaran yang tidak berhasil.
    Keempat jenis tes itu dimaksudkan untuk digunakan selama proses desain pembelajaran. Item tes dan tugas harus sesuai dengan: (1) tujuan sementara dan tujuan akhir pembelajaran, (2) karakteristik dan kebutuhan pebelajar seperti tingkat penguasaan bahasa, tingkat perkembangan pebelajar, tingkat motivasional dan ketertarikan, pengalaman dan latar belakang dan kebutuhan khusus pebelajar.  Desainer juga harus membuat keadaan pada saat tes sama dengan saat belajar. Item tes dan tugas harus realistis atau autentik.  Pebelajar juga harus diberi petunjuk sebelum menjawab soal.
    Berdasarkan tujuan pembelajaran yang tertulis, kembangkan produk evaluasi untuk mengukur kemampuan warga belajar melakukan tujuan pembelajaran. Penekanan utama berada pada hubungan perilaku yang tergambar dalam tujuan pembelajaran dengan untuk apa melakukan penilaian.

    f.       Mengembangkan strategi pembelajaran
    Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya, perancang program pembelajaran dapat menentukan strategi yang akan digunakan dalam pembelajaran. Strategi yang digunakan disebut  strategi pembelajaran atau instructional strategy. Asal konsep strategi pembelajaran adalah the events of instruction yang digambarkan oleh Gagne dalam bukunya Condition of Learning.  Dick  and Carey mengelompokkan kegiatan itu dalam lima komponen yaitu: (1) aktivitas pra pembelajaran, (2) penyajian materi atau isi, (3) partisipasi pebelajar,  (4) penilaian dan (5) aktifitas lanjutan.
    Aktivitas pra pembelajaran dilakukan dengan memotivasi siswa, menginformasikan tujuan pembelajaran dan menginformasikan ketrampilan prasyarat pada pebelajar. Selanjutnya dilakukan penyajian materi.  Kegiatan ini bukan hanya untuk menjelaskan konsep konsep baru saja, tetapi juga menjelaskan hubungan antar konsep. Desainer juga memutuskan berapa jenis dan jumlah contoh yang akan diberikan untuk tiap tiap konsep.
    Salah satu komponen yang paling kuat dalam proses pembelajaran adalah latihan dengan umpan balik. Desainer harus memberikan aktivitas yang relevan dengan tujuan disertai dengan umpan balik atau informasi tentang unjuk kerja mereka.  Sedangkan untuk kegiatan lanjutan, desainer meninjau lagi strategi secara keseluruhan untuk menentukan berhasilnya proses belajar. Strategi pembelajaran meliputi; kegiatan prapembelajaran (pre-activity), penyajian informasi, praktek dan umpan balik (practice and feedback, pengetesan (testing), dan mengikuti kegiatan selanjutnya. Strategi pembelajaran berdasarkan teori dan hasil penelitian, karakteristik media pembelajaran yang digunakan, bahan pembelajaran, dan karakteristik warga belajar yang menerima pembelajaran. Prinsip-prinsip inilah yang digunakan untuk memilih materi strategi pembelajaran yang interaktif.
    Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya, perancang program pembelajaran dapat menentukan strategi yang akan digunakan agar program pembelajaran yang dirancang dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Strategi yang digunakan disebut dengan istilah strategi pembelajran atau Instructional Strategy. Bentuk-bentuk strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas pembelajaran yaitu aktifitas pra-pembelajaran, penyajian materi pembelajaran, dan aktivitas tindak lanjut dari kegiatan pembelajaran.

    g.      Mengembangkan dan memilih bahan ajar
    Bahan ajar memuat isi yang akan digunakan pebelajar untuk  mencapai tujuan.  Termasuk didalamnya adalah tujuan khusus dan tujuan umum dan semua yang mendukung terjadinya proses belajar dalam diri pebelajar. Bahan ajar juga berisi informasi yang akan digunakan pebelajar untuk memandu kemajuan mereka selama pembelajaran.  Semua bahan ajar juga harus dilengkapi dengan tes obyektif atau pengukuran kemampuan pebelajar. Termasuk didalamnya adalah soal pre test dan post test. Selain bahan ajar, diperlukan juga petunjuk penggunaan bagi pembelajar dan pebelajar.
     Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, produk pengembangan ini meliputi petunjuk untuk warga belajar, materi pembelajaran, dan soal-soal. Materi pembelajaran meliputi : petunjuk untuk tutor, modul untuk warga belajar, transparansi OHP, videotapes, format multimedia, dan web untuk pembelajaran jarak jauh. Pengembangan materi pembelajaran tergantung kepada tipe pembelajaran, materi yang relevan, dan sumber belajar yang ada disekitar perancang. Pada tahap ini, perancangan program pembelajaran dapat menerapkan strategi pembelajaran yang telah dirancang dalam tahap selanjutnya kedalam bahan ajar yang akan digunakan. Istilah bahan ajar sama dengan media pembelajaran, yaitu sesuatu yang dapat membawa informasi dan pesan dari sumber belajar kepada siswa. Contoh jenis bahan ajar yang dapat digunakan dalam aktivitas pembelajaran yaitu buku teks, buku panduan, modul, program audio video, bahan ajar berbasis komputer, program multimedia, dan bahan ajar yang digunakan pada sistem pendidikan jarak jauh. Pengadaan bahan ajar yang akan digunakan dapat dilakukan melalui beberapa cara, sebagai berikut.
    1)      Membeli produk komersial.
    2)      Memodifikasi bahan ajar yang telah tersedia.
    3)      Memproduksi sendiri bahan ajar sesuai tujuan.

    h.      Merancang dan mengembangkan evaluasi formatif
    Tujuan dari evaluasi formatif adalah untuk mengumpulkan data yang terkait dengan kekuatan dan kelemahan pembelajaran. Hasil dari proses evaluasi formatif dapat digunakan sebagai masukan atau input untuk memperbaiki draf paket pembelajaran.  Meskipun tujuan utamanya adalah mendapat data dari pebelajar tetapi tinjauan dari orang lain yang juga ahli merupakan hal yang penting.
     Tiga jenis evaluasi formatif dapat diaplikasikan untuk mengembangkan produk atau program pembelajaran, sebagai berikut.
    1)      Evaluasi perorangan
    2)      Evaluasi kelompok kecil
    3)      Evaluasi lapangan.
    Evaluasi perorangan merupakan tahap pertama dalam menerapkan evaluasi formatif. Evaluasi ini dilakukan melalui kontak langsung dengan minimal tiga orang calon pengguna program untuk memperoleh masukan tentang kesalahan kesalahan yang tampak dalam bahan ajar dan memperoleh petunjuk awal  daya guna bahan ajar dan reaksi pebelajar pada isi bahan ajar.  Untuk tahap ini dipilih satu orang pebelajar yang memiliki kemampuan diatas rata-rata, satu orang berkemampuan sedang dan satu orang berkemampuan dibawah rata-rata.
    Evaluasi kelompok kecil dilakukan dengan mengujicobakan program terhadap kelompok kecil calon pengguna. Evaluasi ini dilakukan  untuk menentukan efektivitas perubahan yang telah dibuat setelah evaluasi perorangan dan  mengidentifikasi masalah yang mungkin masih ada. Pada langkah ini, pebelajar bisa menggunakan bahan ajar tanpa interaksi langsung dengan pengembang. Evaluasi lapangan adalah uji coba program terhadap sekelompok besar calon pengguna program sebelum program tersebut digunakan dalam situasi pembelajaran yang sesungguhnya.
    Dalam merancang dan mengembangkan evaluasi formative yang dihasilkan adalah instrumen atau angket penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan data. Data-data yang diperoleh tersebut sebagai pertimbangan dalam merevisi pengembangan pembelajaran ataupun produk bahan ajar. Ada tiga tipe evaluasi formatif : uji perorangan (one-to-one), uji kelompok kecil (small group) dan uji lapangan (field evaluation).
    Setelah draf atau rancangan program pembelajaran selesai dikembangkan, langkah selanjutnya adalah merancang dan melaksanakan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan kekuatan dan kelemahan program pembelajaran. Hasli dari proses evaluasi formatif dapat digunakan sebagai masukan atau input untuk memperbaiki draf program.

    i.        Melakukan revisi terhadap program pembelajaran
    Langkah akhir dari proses desain pengembangan adalah melakukan revisi terhadap draf program pembelajaran. Data yang diperoleh dari prosedur evaluasi formatif dirangkum dan ditafsirkan untuk mengetahui kelemahan- kelemahan yang dimiliki oleh program pembelajaran. Evaluasi formatif tidak hanya dilakukan pada draf program pembelajaran saja, tetapi juga terhadap aspek-aspek desain sistem pembelajaran yang digunakan dalam program, seperti analisis pembelajaran, entry behavior, dan karakteristik siswa. Prosedur evaluasi formatif, dengan kata lain, perlu dilakukan pada semua aspek program pembelajaran dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas program tersebut. Data yang diperoleh dari evaluasi formative dikumpulkan dan diinterpretasikan untuk memecahkan kesulitan yang dihadapi warga belajar dalam mencapai tujuan. Bukan hanya untuk ini, singkatnya hasil evaluasi ini digunakan untuk merevisi pembelajaran agar lebih efektif.
    Langkah akhir dari proses desain dan pengembangan adalam melakukan revisi terhadap draf program pembelajaran.data yang diperoleh dari prosedur evaluasi formatif dirangkum dan ditafsirkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh program pebelajaran. Evaluasi formatif tidak hanya pada draf program pembelajaran saja, tetapi juga terhadap aspek desain sistem pembelajaran yang digunakan dalam program seperti analisis instruksinal, entry behavior dan karakteristik siswa. Prosedur evaluasi formatif, dengan kata lain, perlu dilakukan pada semua aspek program pembelajaran dengan tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas program tersebut.
    j.         Merancang dan mengembangkan evaluasi sumatif
    Evaluasi sumatif merupakan jenis evaluasi yang berbeda dengan evaluasi formatif. Jenis evaluasi ini dianggap sebagai puncak dalam aktivitas model desain pembelajaran yang dikemukakan oleh Dick dan Carey. Evaluasi sumatif dilakukan dilakukan setelah program selesai dievaluasi secara formatif dan  direvisi sesuai dengan standar yang digunakan oleh perancang. Evaluasi sumatif tidak melibatkan perancang program, tetapi melibatkan penilai independen. Hal ini merupakan satu alasan untuk menyatakan bahwa evaluasi  sumatif tidak tergolong ke dalam proses desain sistem pembelajaran.
    Di antara kesepuluh tahapan desain pembelajaran di atas, tahapan ke-10 (sepuluh) tidak dijalankan. Evaluasi sumative ini berada diluar sistem pembelajaran model Dick & Carey, sehingga dalam pengembangan ini tidak digunakan.
    Kesepuluh langkah desain yang dikemukakan di atas merupakan sebuah prosedur yang menggunakan pendekatan sistem dalam mendesain sebuah program pembelajaran. Setiap langkah dalam desain sistem pembelajaran ini memiliki keterkaitan satu sama lain. Output yang dihasilkan dari suatu langkah akan digunakan sebagai input bagi langkah-langkah selanjutnya.
    Model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Dick mencerminkan proses desain yang fundamental. Model ini dapat digunakan dalam dunia bisnis, industri , pemerintahan, dan pelatihan. Model desain ini juga telah dan banyak digunakan untuk menghasilkan program pembelajaran berbasis komputer seperti pada program Computer Assisted Learning dan program multimedia oleh karena model desain sistem pembelajaran yang diciptakan oleh Dick. Ini bersifat sangat rinci dan komprehensif pada langkah evaluasi.
    3.       Karakteristik Model Dick and Carey
    Karakteristik model Dick and Carey mempunyai karakteristik sebagai berikut.
    a.       Dalam penerapan model ini, setiap komponen bersifat penting dan tidak boleh ada yang dilewati.
    b.      Penggunaan model ini mungkin akan menghalangi kreatifitas instructional designer profesional.
    c.       DC Model menyediakan pendekatan sistematis terhadap kurikulum dan program design. Ketegasan model ini susah untuk diadaptasikan ke tim dengan banyak anggota dan beberapa sumber yang berbeda.
    d.      Cocok diterapkan untuk e-learning skala kecil, misalnya dalam bentuk unit, modul, atau lesson.
    4.      Kelebihan dan Kekurangan Model Dick and Carey
    Kelebihan dari Dick and Carey Model sebagai berikut.
    a.       Setiap langkah jelas, sehingga dapat diikuti.
    b.       Teratur, Efektif dan Efisien dalam pelaksanaan.
    c.       Merupakan model atau perencanaan pembelajaran yang terperinci, sehingga mudah diikuti.
    d.      Adanya revisi pada analisis instruksional, dimana hal tersebut merupakan hal yang sangat baik, karena apabila terjadi kesalahan maka segera dapat dilakukan perubahan pada analisis instruksional tersebut, sebelum kesalahan didalamnya ikut mempengaruhi kesalahan pada komponen setelahnya.
    e.        Model Dick and Carey sangat lengkap komponennya, hampir mencakup semua yang dibutuhkan dalam suatu perencanaan pembelajaran.
     Sedangkan kekurangan dari Dick and Carey Model sebagai berikut.
    a.       Kaku, karena setiap langkah telah di tentukan.
    b.      Tidak semua prosedur pelaksanaan KBM dapat di kembangkan sesuai dengan langkah-langkah tersebut.
    c.        Tidak cocok diterapkan dalam elearning skala besar.
    d.      Uji coba tidak diuraikan secara jelas kapan harus dilakukan dan kegiatan revisi baru dilaksanakan setelah diadakan tes formatif.
    e.       Pada tahap-tahap pengembangan tes hasil belajar, strategi pembelajaran maupun pada pengembangan dan penilaian bahan pembelajaran tidak nampak secara jelas ada tidaknya penilaian pakar (validasi).

     
    PERENCANAAN PENGAJARAN
    MODEL BANATHY
    Secara garis besar, pengembangan system instruksional model Banathy dapat diformulasikan dalam enam langkah, sebagai berikut:
    1.      Merumuskan tujuan
    Dalam langkah ini guru harus merumuskan kemampuan yang harus dikuasai peserta didik setelah mengikuti program pengajaran tertentu.
    2.      Mengembangkan test
    Dalam mengembangkan evaluasi ini perlu didasarkan pada tujuan instruksioanal yang telah dirumuskan.
    3.      Menganalisis kegiatan belajar
    Dalam langkah ini perlu dirumuskan kegiatan belajar yang harus dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan.
    4.      Mendesain system instruksional
    Dalam langkah ini ditetapkan jadwal dan tempat dari masing-masing komponen instruksional. Seluruh komponen instruksional yang telah dirumuskan perlu ditetapkan sebagai suatu system pengajaran.
    5.      Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil
    Dalam langkah ini sistem instruksional yang telah didesain perlu diujicobakan dan dilaksanakan, selain itu juga perlu mengadakan penilaian terhadap hasil belajar yang dicapai peserta didik.
    6.      Mengadakan perbaikan
    Hasil yang diperoleh dari evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik ( feed back) dalam rangka mengadakan perbaikan sistem.
    Model Banathy dikembangkan pada tahun 1968 oleh Bela H. Banahty. Model yang dikembangkannya ini berorientasi pada hasil pembelajaran, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem. Menurut Harjanto (2006:94) pendekatan sistem didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu hal yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang satu sama lain harus bekerja sama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya. Menurut Banathy (1972), pengembangan instruksional meliputi enam tahap, yaitu:
     
    Tahap I: Merumuskan Tujuan Pembelajaran ( Formulate objectives)
    Guru merumuskan kemampuan ynag harus dikuasai siswa atau yang diharapkan guru kepada siswa untuk dikerjakan, diketahui, dan dirasakan dari hasil pengalaman belajar.
    a. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
    Menurut Gronlund, TIU adalah hasil belajar yang diharapkan, yang dinyatakan secara umum dan berpedoman pada perubahan tingkah laku dalam kelas. Kegunaan TIU dalam proses belajar mengajar:
             memberikan kriteria yang pasti untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik
             memberikan kepastian mengenai kemampuan yang diharapkan dari peserta didik
             memberikan dasar untuk mengembangkan alat evaluasi untuk mengukur efektivitas pengajaran
             memberikan petunjuk dalam menentukan materi dan strategi instruksional
             petunjuk bagi peserta didik tentang apa yang akan dipelajari dan apa yang akan dinilai
             peserta didik akan mengorganisasikan usaha dan kegiatannya untuk mencapai tujuan instruksional yang telah ditentukan
    Menurut Gronlund, dalam perumusan TIU hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
             Tujuan yang diharapkan secara umum
             Tidak terlepas dari konteks tujuan kurikuler maupun tujuan yang di atasnya
             Selaras dengan prinsip-prinsip belajar
             Sesuai dengan kemampuan peserta didik, waktu yang tersedia, dan fasilitas yang mendukung.
             Mempunyai indikasi yang kuat bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku peserta didik
    b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
    TIK adalah hasil belajar yang diharapkan yang dinyatakan dalam istilah perubahan tingkah khusus. Menurut Gronlund (1975: 30), tingkah laku khusus adalah kata kerja yang dapat diamati atau diukur. Menurut Mager, dalam merumuskan TIK yang lengkap hendaknya mencakup unsur-unsur:
             Performance
             Conditions
             Criterion
    TIK yang sempurna hendaknya mampunyai 5 unsur, yaitu:
             Audience
             Behaviour
             Conditions
             Kriteria/degree
             Single performance

    Tahap II: Mengembangakan Tes (Develop test)
    Guru mengembangkan tes yang didasarkan pada tujuan yang akan dicapai untuk mengetahui kemampuan yang telah dicapai.

    Tahap III: Menganalisis Kegiatan Belajar (Analyze learning task)
    Merumuskan apa yang harus dipelajari ( kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka mencapai tujuan belajar ). Kemampuan awal siswa harus dianalaisis atau dinilai agar mereka tidak perlu mempelajari apa yang telah mereka kuasai. Ada 3 tahap Analisis :
    1.    Analisis dan penentuan tugas –tugas apa yang perlu dilakukan dalam proses belajar
    2.    Penilaian dan pengujian kompetensi awal
    3.    Identifikasi serta penentuan tugas yang sesungguhnya
    Tahap IV: Mendesain Sistem Instruksional (Desingn system)
    Mempertimbangkan alternative dan identifikasi apa yang harus dikerjakan. Dalam langkah ini ditetapkan jadwal dan tempat pelaksanaan dari masing-masing komponen instruksional. Ada 4 (empat ) tahap dari perancangan atau pengembangan pembelajaran:
    1.    Analisis Kegiatan ( Fuction analysis )
    2.    Analisis Komponen ( Component analysis )
    3.    Pembagian fungsi pada tiap komponen
    4.    Penjadwalan

    Tahap V: Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil (Implement and test output)
    Desain yang telah dibuat diujicobakan ( dilaksanakan ). Selain itu dalam tahap ini perlu diadakan penilaian atas apa yang dilakaukan siswa agar dapat diketahui seberapa jauh siswa mampu mencapai hasil belajar.

    TAHAP VI : Mengadakan Perbaiakan (Change to improve)
    Hasil yang diperoleh dari evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik (feed back) untuk mengadakan perubahan-perubahan (perbaikan).

    PENGEMBANGAN INSTRUKSIONAL MODEL BANATHY
    1.      Formulasi model belajar
    ·      Merancang
    ·      Sistem
    ·      Anaslisis Tugas I III IV
    ·      Formulasi Analisis Tugas Merancang
    model belajar Sistem
    2.      Implementasi dan Pengujian Hasil
    ·      Pengembangan Tes II V
    ·      Pengembangan V
    ·      Tes Implementasi dan Pengujian hasil
    3.      Perubahan Untuk memperbaiki Sistem V

    KEKURANGAN DAN KELEBIHAN MODEL PERENCANAAN BANATHY
    Menurut Rishe (handout), kekurangan dan kelebihan model perencanaan Banathy adalah:
    KELEBIHAN:
    1.      Berorientasi pada kemampuan siswa
    2.      Pembelajaran berdasarkan pada analisis tugas
    3.      Revisi didasarkan pada identifikasi kelebihan dan kekuatan implementasi
    4.      Ada tiga aspek kompetensi ( kognitif, afektif, dan psikomotorik )
    5.      Ada pengujian dan revisi system
    KEKURANGAN:
    1.      Tidak memberikan perhatian khusus pada proses pengembangan tes
    2.      Tidak ada spesifikasi yang jelas tentang cara perancangan sistem

    PENGGUNAAN MODEL DESAIN INSTRUKSIONAL BANATHY PADA PELAJARAN PPKN
    Model pengembangan sistem pembelajaran ini berorientasi pada tujuan pembelajaran. Langkah-langkah pengembangan sistem pembelajaran terdiri dari 6 jenis kegiatan. Model desain ini bertitik tolak dari pendekatan sistem (system approach), yang mencakup keenam komponen (langkah) yang saling berinterelasi dan berinteraksi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
    Pada langkah terakhir para pengembang diharapkan dapat melakukan perubahan dan perbaikan sehingga tercipta suatu desain yang diinginkan. Model ini tampaknya hanya diperuntukan bagi guru-guru di sekolah, mereka cukup dengan merumuskan tujuan pembelajaran khusus dengan mengacu pada tujuan pembelajaran umum yang telah disiapkan dalam sistem.
    Langkah-langkah pengembangan desain pembelajaran dilakukan melalui 6 langkah pengembangan sebagai berikut:
    1.      Merumuskan tujuan
    Pada langkah ini pengembang merumuskan tujuan pembelajaran, yang merupakan pernyataan tentang hal-hal yang diharapkan untuk dikerjakan, diketahui, dirasakan, dan sebagainya oleh peserta didik atau siswa sebagai hasil pengalaman belajarnya. IPS dan PKn merupakan pelajaran yang mengajarkan tentang sikap, moral serta norma yang dapat dirasakan langsung oleh siswa dalam pengalamannya seharip-hari.
    2.      Mengembangkan tes
    Pada langkah ini dikembangkan suatu tes sebagai alat evaluasi, yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar, atau ketercapaian tujuan pembelajaran oleh peserta didik/siswa. Penyusunan tes berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya. Penyusunan tes pada pelajaran PKn juga dilihat dari tingkat dan kelas, sehingga sesuai dengan tujuan mata pelajaran.
    3.      Menganalisis kegiatan belajar
    Pada langkah ini dirumuskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta didik/siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan, yakni perubahan tingkah laku yang diharapkan. Pada langkah ini, perilaku awal peserta didik/siswa perlu dinilai dan dianalisis. Berdasarkan gambar tentang perilaku awal tersebut dapat dirancang materi pelajaran dan tugas-tugas belajar yang sesuai, sehingga mereka tidak perlu mempelajari hal-hal yang telah diketahui atau telah dikuasai sebelumnya. Sehingga perilaku, sikap, siswa sehari-hari disekolah diharapkan akan berubah.
    4.      Mendesain sistem instruksional
    Pada langkah ini dikembangkan berbagai alternatif dan mengidentifikasi kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik yang harus dilakukan oleh siswa/peserta didik maupun kegiatan-kegiatan guru/tenaga pengajar. Langkah ini dikembangkan sedemikian rupa yang menjamin agar peserta didik melaksanakan dan menguasai tugas-tugas yang telah dianalisis pada langkah 3. Desain sistem juga meliputi penentuan siswa yang mempunyai potensi paling baik untuk mencapai tujuan pembelajaran, dan oleh karena perlu disediakan alternatif kegiatan tertentu yang cocok. Selain dari itu, dalam desain sistem supaya ditentukan waktu dan tempat melakukan kegiatan-kegiatan pembelajaran. Contoh melihat langsung perilaku dan sikap dalam kehidupan bermasyarakat yaitu dengan mengunjungi pasar.
    5.      Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil
    Sistem yang sudah di desain selanjutnya dilaksanakan dalam bentuk uji coba di lapangan atau sekolah dan di tes hasilnya. Hal-hal yang telah dilaksanakan dan dicapai oleh peserta didik merupakan output dari implementasi sistem, yang harus dinilai supaya dapat diketahui hingga mereka dapat mempertunjukan atau menguasai tingkah laku sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran,
    6.      Mengadakan perbaikan
    Pada langkah ini ditentukan, bahwa hasil –hasil yang diperoleh dari evaluasi digunakan sebagai umpan balik bagi sistem keseluruhan dan bagi kompinen-komponen sistem, yang pada gilirannya menjadi dasar untuk mengadakan perubahan untuk perbaikan sistem pembelajaran.
    Kendatipun 6 komponen tersebut tampaknya sangat sederhana, namun untuk mengembangkan rancangan sistem pembelajaran model ini memerlukan kemampuan akademik yang cukup tinggi serta pengalaman yang memadai serta wawasan yang luas. Selain dari itu, proses pengembangan suatu sistem menuntut partisipasi pihak-pihak terkait, seperti kepala sekolah, administrator, supervisor dan kelompok guru, sehingga rancangan kurikulum yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan pendidikan di sekolah dan dapat diterapkan dalam sistem sekolah, yang pada akhirnya akan mengubah keseluruhan sikap, norma, kepatuhan dalam diri siswa.
    Model desain instruksional yang dikembangkan Banathy sangat cocok dengan pelajaran IPS dan PKn yang mengutamakan sikap, moral dari para peserta didik, sehingga bisa dijadikan sebagai pedoman untuk membuat perencanaan pembelajaran IPS dan PKn. Desain instruksional model ini memiliki kelebihan yang memiliki tiga aspek kompetensi yang dinilai yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik dan juga ada pengujian dan revisi sistem dari desain instruksional.



     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar