SIGIT KINDARTO

"SELAMAT DATANG DI BLOG SANG OEMAR BAKRI"

Rabu, 04 Agustus 2021

~LATAR BELAKANG STRATEGI REACT DALAM PEMBELAJARAN IPS~

Sigit Kindarto, S.Pd., M.Pd.
Guru SMP Negeri 7 Cilacap
Ketua Umum K'Gum (Komunitas Guru Menulis)
Kabupaten Cilacap

 

Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu pendewasaan anak didik melalui proses interaksi, kegiatan dua arah antara siswa dengan guru. Pendidikan juga merupakan langkah sangat penting untuk membekali siswa dalam menghadapi masa depan. Pendidikan juga dapat diartikan sebagai situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan individu sebagai pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan di sepanjang hidupnya. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 1 menerangkan bahwa pendidikan diartikan sebagai:

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

 

Pendidikan merupakan sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan norma kehidupan. Sebagian orang memahami arti pendidikan sebagai pengajaran/pembelajaran karena pendidikan pada umumnya selalu membutuhkan pengajaran baik dari orang tua, sekolah, atau lingkungan masyarakat.

Untuk mewujudkan terlaksananya pendidikan tersebut ditindaklanjuti dengan upaya konkret, antara lain penambahan peralatan yang mendukung proses pembelajaran, pengadaan peralatan laboratorium, pencetakan buku-buku pelajaran dan perpustakaan, yang kesemuanya itu untuk meningkatkan mutu pendidikan. Metode pembelajaran banyak diciptakan untuk memberikan kemudahan dalam proses pembelajaran karena belum banyak diimplementasikan guru.

Dalam proses pembelajaran terdapat dua pihak yang sinergik, yakni guru mengajar dan siswa belajar. Guru mengajarkan bagaimana siswa harus belajar. Sementara siswa belajar bagaimana seharusnya belajar melalui berbagai pengalaman belajar sehingga terjadi perubahan dalam dirinya dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. “Keaktifan siswa menjadi unsur amat penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri adalah jaminan untuk mencapai hasil belajar yang sejati” (Budiningsih,  2012: 5). Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan yang efektif dan akan lebih mampu mengelola proses belajar mengajar, sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal (Ajoku, 2013: 15). Mengembangkan pendekatan/metode pengajaran merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa.

Pendekatan/metode dalam proses belajar mengajar merupakan salah alat untuk mencapai tujuan, perumusan tujuan dengan sejelas-jelasnya merupakan syarat terpenting sebelum seseorang menentukan dan memilih metode mengajar yang tepat. Apabila seorang guru dalam memilih metode mengajar kurang tepat akan menyebabkan kekaburan tujuan yang menyebabkan kesulitan dalam memilih dan menentukan metode yang akan digunakan. Dampak dari kekurangtepatan pemilihan metode adalah suasana pembelajaran menjadi kaku sehingga siswa tertekan. Padahal proses pembelajaran mestinya “berlangsung dalam keadaan menyenangkan atau enjoyment, karena dengan keadaan senang tersebut siswa akan sanggup belajar dan lebih mau mengambil kesempatan dalam menghadapi tantangan-tantangan  dan menjadikan sekolah tempat yang menyenangkan” (Dananjaya, 2012: 31).

Seorang pendidik dituntut untuk menguasai pendekatan pembelajaran karena dapat membantu pendidik untuk mempermudah tugasnya dalam menyampaikan mata pelajaran tersebut. Pendidik dituntut untuk menerapakan tiga ranah dalam pendidikan yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dan juga guru diharapkan mampu melihat tingkat kemampuan yang dimiliki oleh siswa, baik itu siswa yang visual, auditorial maupun kinestik.

Perkembangan pembelajaran saat ini menerangkan bahwa “penentu  prestasi belajar siswa bukan hanya peran guru semata tetapi siswa sendirilah yang dituntut berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan experiental learning, inkuiri dan hands-on learning” (Warsono & Hariyanto, 2012:6). Proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri, menemukan dan mengaitkan ilmu dengan kehidupan nyata akan menjadikan siswa tidak hanya tahu secara kognitif tetapi mampu berpikir kritis dan kreatif dalam pembelajaran dan mencapai hasil belajar yang sejati (Cazan, 2013:743). Pendekatan pembelajaran yang seperti itu adalah Pembelajaran Kontekstual.

Pembelajaran Kontekstual adalah pembelajaran yang melibatkan siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan pelajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi (Johnson, 2009: 35). Proses pembelajaran senantiasa memberikan fasilitas kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah dan menemukan pengalaman belajar yang bersifat konkret (Rusman, 2012: 190). Untuk mengaitkannya dapat dilakukan dengan berbagai cara, selain karena materi yang dipelajari secara langsung terkait dengan kondisi faktual, juga dapat disiasati dengan pemberian ilustrasi atau contoh, sumber belajar, media. Dengan demikian pembelajaran akan lebih menarik, juga akan dirasakan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa karena apa yang dipelajari dirasakan langsung manfaatnya.

Melaksanakan proses pembelajaran yang berorientasi pengalaman langsung dan kemampuan aplikatif praktis, tidak diartikan bahwa pemberian pengalaman teoretis konseptual tidak penting. Sebab dengan dikuasainya pengetahuan secara teoretis dengan baik oleh siswa akan menfasilitasi kemampuan aplikatif yang lebih baik pula. Pengalaman konkret bergabung dengan praktek kognitif dan penerapan konseptual merupakan dasar untuk pelaksananaan pembelajaran kontekstual (Ernts, 2013: 31)

Demikian juga guru, kemampuan melaksanakan proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang benar dan mendalam akan membekalinya menerapkan kontekstual lebih luas, tegas dan penuh keyakinan sehingga tujuan untuk mewujudkan siswa yang sesuai dengan harapan empat pilar pendidikan yaitu learning to know, learning to do, learning to be, leraning to live together  (Sanjaya, 2012: 173-174).  

Pendekatan kontekstual bukan sekedar transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-konsep, tetapi ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk menguasai kemampuan hidup (life skill) dari apa yang telah dipelajarinya. Dengan demikian pembelajaran lebih bermakna, sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan dekat secara fisik) tetapi secara fungsional apa yang dipelajari bersentuhan dengan situasi dan permasalahan yang terjadi di lingkungannya yaitu keluarga dan masyarakat.

Ada beberapa argumentasi mengapa pembelajaran kontekstual ini perlu diterapkan dalam proses pembelajaran saat ini:

1.      Sebagian besar waktu belajar di sekolah masih didominasi kegiatan penyampaian pengetahuan oleh guru, siswa “dipaksa” memperhatikan dan menerimanya, sehingga tidak menyenangkan dan tidak memberdayakan siswa.

2.      Materi pembelajaran bersifat abstrak dan teoretis, tidak dikaitkan dengan masalah-masalah yang dihadapi siswa sehari-hari di lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitarnya

3.      Penilaian hanya dilakukan dengan tes yang menekankan pengetahuan, tidak menilai proses pembelajaran siswa yang autentik pada situasi yang autentik.

4.      Sumber belajar lingkungan sekitar belum dimanfaatkan secara optimal. Aktivitas siswa rendah dalam merespon proses pembelajaran yang berakibat pada hasil belajar rendah

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan suatu alternatif  pendekatan. Salah satu pendekatan yang dipandang lebih tepat dan menarik yaitu pendekatan Pembelajaran Kontekstual. Namun demikian tidak semua materi pembelajara IPS tersedia di lingkungan sekitar, oleh karena itu penerapan pembelajaran kontekstual dengan strategi REACT dibantu penggunaan media yang sesuai. Dengan bantuan media diharapkan siswa merasa seolah-olah berada bersama dengan objek yang dipelajari, sehingga siswa dapat mengamati, menanyakan, mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan kepada orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar