KAJIAN OBYEK STUDI FILSAFAT DAN ILMU PPENGETAHUAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara Etimologis kata Filsafat berasal dari Bahasa Yunani “Philein”
yang berarti Cinta atau “Philia”
yang berarti Persahabatan dan “Shopos”
yang mempunyai arti kebijaksanaan, intelegensi. Dengan demikian kata Filsafat (Philoshopia)
dapat diartikan sebagai cinta atau
kecenderungan akan kebijaksanaan, atau cinta pada pandangan pengetahuan yang
bijaksana atau dapat diartikan pula sebagai cinta secara mendalam akan
kebijakasanaan atau menurut Win Usuluddin Bernadien (2011 : 2) adalah Cinta
sedalam – dalamnya akan kearifan terhadap pandangan atau kebenaran (love of wisdom or love the vision of truth).
Sedangkan pencetus kata filsafat adalah Pythagoras, mengatakan ia hanyalah
orang yang mencintai pengetahuan. Mohammad Adib (2011 : 18) mengatakan bahwa
Filsafat berarti “Cinta akan hikmat” atau “Cinta akan pengetahuan”.
Secara umum, para filusuf bersepakat akan pengertian etimologis tersebut.
Sedangkan pengertian Filsafat secara Terminologi antar para filsuf memberikan
pengertian yang berbeda-beda, sebagaimana yang dikutip oleh Mohammad Adib (2011 : 37-38), Plato berpendapat bahwa filsafat adalah pengetahuan yang mencoba
untuk mencapai kebenaran yang asli. Menurut Aristoteles, filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran
yang di dalamnya terkandung ilmu – ilmu metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik dan estetika. Rene
Descrates filsafat adalah kumpulan semua pengetahuan dari Tuhan, alam dan
manusia menjadi pokok penyelidikan,
Immanuel Kant berpendapat filsafat adalah ilmu yang menjadi pangkal dari
semua pengetahuan yang di dalamnya tercakup masalah epistemologi (teori
pengetahuan).
Ilmu Pengetahuan menurut John G.
Kemey adalah semua pengetahuan yang dihimpun dengan perantara metode ilmiah
(all knowledge collected by means of the
scientific method). Prof. Harord H.
Titus menerangkan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu metode yang digunakan
untuk memperoleh pengetahuan yang obyektif dan dapat diperiksa kebenarannya
(Mohammad Adib, 2011 : 49). Menurut Jujun
S. Suriasumantri, ilmu adalah salah satu dari buah pemikiran manusia dalam
menjawab pertanyaan – pertanyaan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa filsafat
adalah segenap pemikiran reflektif, radikal dan mendasar serta komprehensif
atas berbagai persoalan, sedangkan ilmu pengetahuan adalah kajian sistematis
berdasar kaidah – kaidah ilmiah dari segi kehidupan manusia untuk mewujudkan
kesejahteraan / kebenaran.
Untuk mendalami bahasan dalam makalah ini maka hanya difokuskan pada rumusan
permasalahan yaitu :
- Apa saja yang termasuk dalam objek studi filsafat itu ?
- Apa saja yang termasuk dalam objek studi ilmu pengetahuan itu ?
BAB
II
PEMBAHASAN
MASALAH
A. Obyek Studi Filsafat
Sebagai suatu studi, filsafat tentu memiliki bahasan sebagaimana tersirat
dalam pengertian yang telah diuraikan dalam bagian pendahuluan di atas.
Mengenai hal ini, para pembahas filsafat memahami obyek studi dari Filsafat dalam
dua hal yaitu terdiri atas obyek formal dan obyek material.
Muhammad Adib (2011 : 16) menjelaskan Objek formal filsafat (lapangannya)
dan obyek material filsafat (sudut pandang) adalah segala yang sesuatu yang
dipermasalahkan oleh filsafat. Menurut Dr. Oemar Amin Hosein, obyek material filsafat adalah segala bentuk
pemikiran manusia tentang segala sesuatu yang ada dan mungkin ada. Para filosof
membagi objek filsafat atas tiga bagian, yaitu :
1.
yang ada dalam alam empiris (fakta / realita),
2.
yang ada dalam pikiran,
3.
yang ada dalam kemungkinan.
Adapun, objek materal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh,
radikal dan rasional tentang segala yang ada dengan pembahasan pada tingkat
hakikat (essensi). Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan dengan ilmu
karena ilmu hanya terbatas pada persoalan yang empiris saja, sedangkan filsafat
mencakup yang empiris dan yang non-empiris.
Objek ilmu terkait dengan filsafat pada objek empiris. Di samping itu,
secara historis ilmu berasal dari kajian filsafat karena awalnya filsafat yang
melakukan pembahasan tentang segala yang ada ini secara sistematis, rasional
dan logis termasuk yang empiris. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang
terkait dengan hal empiris semakin bercabang dan berkembang, sehingga
menimbulkan spesialisasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses
terbentuknya ilmu secara berkesinambungan. Filsafatlah yang menyediakan tempat
berpijak bagi kegiatan keilmuan setelah itu, ilmu berkembang sesuai dengan
spesialisasi masing-masing, sehingga ilmulah secara praktis “njajah deso milang kori” dan setelah
didahului oleh filsafat yang “mbatat alas”.
Kemudian filfasat kembali ke laut lepas
untuk berspekulasi dan melakukan eksploitasi lanjutan. Oleh karenanya filsafat
disebut sebagai the mother of science
(H.M. Rasjidi : 1984).
Untuk lebih jelasnya obyek studi filsafat dapat diskemakan sebagai berikut
:

Gambar 1 Obyek Studi Filsafat
Obyek formal filsafat
adalah obyek yang diperhatikan atau obyek yang diselidiki secara menyeluruh
oleh filsafat yaitu “ada”, maksudnya segala sesuatu yang bersifat formal
kongkrit, manusia, benda yang dapat dilihat, dirasa dan diraba maupun yang
wujud lain yang bersifat immaterial seperti hal – hal yang tidak tampak / ghoib,
semuanya itu menjadi kajian filsafat.
Sedangkan yang
mungkin ada adalah segala sesuatu yang bersifat abstrak, konseptual maupun
spiritual tetapi dapat dipahami dan dimengerti oleh akal (intelegeable) atau hati manusia. Namun perlu diberikan penekanan
bahwa dalam perspektif doktrinal religius, Tuhan dan hal – hal yang bersifat
ghoib tidak disebut sebagai “yang mungkin ada” tetapi diyakini sebagai sesuatu yang sungguh – sungguh ada.
Dengan demikian
obyek formal filsafat sedemikian luas, seluas alam raya, dan seradikal
pemikiran otak manusia.
Dalam kajian
obyek material, filsafat adalah sudut pandang atau bagian tertentu yang
diperhatikan dari keseluruhan obyek, dengan tujuan mencari keterangan (clarification) yang utuh (holistik dan integral) dan sedalam – dalamnya (radikal) untuk mengetahui hakikat atau essensial dari suatu kajian
/ permasalahan. Dengan kata lain obyek material filsafat ini adalah cara
pandang seseorang terhadap obyek formal secara filosofis misalnya pandangan
terhadap tingkah laku baik buruk yang dipandang dengan etika, indah – buruk
dikaji dari sudut padang estetika.
Menurut Win
Usuluddin Bernadien (2011 : 14-17), ada tiga hal yang mendorong manusia untuk
berfilsafat, baik yang mengkaji secara material maupun formal yaitu :
1.
Keheranan
Menurut
Harry Hamersma berpendapat bahwa
rasa heran merupakan asal dari filsafat. Aristoteles
mengungkapkan bahwa di dalam segala kegiatan manusia sehari – hari, filsafat
(dengan rasa heran sebagai stimulusnya) selalu berusaha untuk menelusuri
kembali bahkan terus bertanya tentang segala apa. Kemampuan untuk mengadakan
renungan filsafat mengangkat martabat manusia. Sedangkan Gabriel Marcel mengunkapkan bahwa dengan keheranan atau kekaguman
seseorang mengambil sikap yang menjadikan realitas bukan hanya sebagai fakta
tetapi sebagai misteri.
Kesangsian Rene Descartes
menjelaskan bahwa “berpikir” itu sesungguhnya adalah “menyadari”. Jika
seseorang sangsi terhadap sesuatu , maka sesungguhnya seseorang itu menyadari
bahwa dirinya sedang sangsi terhadap sesuatu. Skeptisme ini akan mendorong
manusia untuk berusaha mencari suatu kebenaran yang menjadi fondasinya.
3.
Kesadaran akan Keterbatasan
Seseorang akan
mulai berfilsafat jika menyadari bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama
bila dibandingkan dengan alam sekelilingnya. Saat itulah dirinya merasa sangat
terbatas dan terikat terutama pad waktu mengalami penderitaan atau kegagalan.
Dengan kesadaran akan ketebatasan dirinya ini bahwa di luar dirinya yang
terbatas pasti ada sesuatu yang tidak terbatas, yaitu Tuhan.
Untuk
dapat memahami obyek kajian filsafat tersebut di atas, berikut ini digambarkan
kerangka sistemnya :
![]() |
Perincian
Persoalan
|
Aktivitas
|
Bentuk
|
a.
Metafisika
b.
Epistemologis
c.
Metodologis
d.
Logis
e.
Etis
|
1.
Analisis
2.
Komprehensi
3.
Deskripsi
4.
Evaluasi
5.
Interpretasi
|
i.
Kearifan hidup
ii.
Pandangan hidup
iii.
Sistem pemikiran
iv.
Keyakinan dasar
v.
Kebenaran filsafati
|
Sumber
: Win Usuluddin Bernadien (2011 : 34)
Gambar 2. Kerangka Sistem Filsafat
Dari kerangka di atas dapat
dijelaskan bahwa yang mengkaji secara filsafati adalah mereka yang tidak henti
– hentinya menyelami berbagai problema oleh diri dan masyarakatnya kemudian
berpikir seraya melakukan penguraian (analisis), pemahaman (komprehensi),
penggambaran (deskripsi), penilaian (evaluasi), penafsiran (interpretasi), dan
perekaan (spekulasi) untuk mencari jawaban atau menemukan penyelesaian paling
tepat bagi problematika yang dihadapi. Kemudian manusia dengan metode tertentu
akan merumuskan berbagai capaian pemikirannya yang berupa kearifan hidup,
maupun pandangan dunia, sistem pemikiran, keyakinan dasar ataupun kebenaran
filsafati untuk di transformasikan kepada kegunaan bersama.
B. Obyek Studi Ilmu Pengetahuan
Manusia dikenal sebagai makhluq berfikir (homo sapiens). Dan hal inilah yang menjadikan manusia istimewa
dibandingkan makhluk lainnya. Kemampuan berpikir atau daya nalar manusialah
yang menyebabkannya mampu mengembangkan pengetahuan. Dia mengetahui mana yang
benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, yang indah dan
yang jelek. Secara terus menerus manusia diberikan berbagai pilihan. Dalam
melakukan pilihan ini manusia berpegang pada pengetahuan. Pengetahuan ini mampu
dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama, yaitu: pertama, manusia
mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang
melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, kemampuan berfikir menurut
suatu kerangka berfikir tertentu. Kedua faktor diatas sangat berkaitan erat.
Terkadang sebagian manusia begitu sulit untuk mengkomunikasikan informasi,
pengetahuan dan segala yang ingin dikomunikasikannya. Hal ini salah satunya
dikarenakan tidak terstrukturnya kerangka fikir. Kerangka fikir akan
terstruktur ketika obyek dari apa yang ingin dikomunikasikan jelas. Begitupun
ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan
diperoleh dari pengalaman (emperi) dan dari akal (ratio).
Sehingga timbul faham atau aliran yang disebut empirisme dan rasionalisme
(Mikhael Dua : 2011). Aliran
empirisme yaitu faham yang menyusun teorinya berdasarkan pada empiri atau
pengalaman. Tokoh-tokoh aliran ini misalnya David Hume (1711-1776), John Locke
(1632-1704), Berkley.
Sedang rasionalisme
menyusun teorinya berdasarkan ratio. Tokoh-tokoh aliran ini misalya Spinoza,
Rene Descartes. Metode yang digunakan aliran emperisme adalah induksi, sedang
rasionalisme menggunakan metode deduksi. Immanuel Kant adalah tokoh yang
mensintesakan faham empirisme dan rasionalisme.
Ilmu pengetahuan, diperoleh
dari pemecahan suatu masalah keilmuan. Tidak ada masalah, berarti tidak ada
solusi. Tidak ada solusi berarti tidak memperoleh metode yang tepat dalam
memecahkan masalah. Ada metode berarti ada sistematika ilmiah.
Permasalahan merupakan obyek
dari ilmu pengetahuan. Permasalahan apa yang coba dipecahkan atau yang menjadi
pokok bahasan, itulah yang disebut obyek. Dalam arti lain, obyek dimaknai
sebagai sesuatu yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan
pengetahuan.
Setiap ilmu pengetahuan
pasti mempunyai obyek. Obyek dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: Obyek
material dan obyek formal.
Yang disebut obyek
material adalah sasaran material suatu penyelidikan, pemikiran atau
penelitian ilmu. Sedangkan menurut Surajiyo dkk. obyek
material dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau
pembentukan pengetahuan. Obyek material juga berarti hal yang diselidiki,
dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu. Obyek material mencakup apa
saja, baik yang konkret maupun yang abstrak, yang materil
maupun yang non-materil. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah,
ide-ide, konsep-konsep dan sebagainya. Misal : objek material dari sosiologi
adalah manusia. Contoh lainnya, lapangan dalam sejarah adalah latar belakang
suatu peristiwa, proses terjadinya dan ending
dari kejadian tersebut kemudian dianalisa untuk dibuat historiografinya.
Istilah obyek material
sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok persoalan
ini dibedakan atas dua arti, yaitu:
Ø
Pokok persoalan
ini dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari penyelidikan faktual. Misalnya
: penyelidikan tentang peristiwa Lengsernya Presiden Suharto termasuk kajian
ilmu sejarah, penyelidikan tentang perilaku
sosial termasuk penelitian bidang sosiologi dan sebagainya.
Ø
Dimaksudkan
sebagai suatu kumpulan pertanyaan pokok yang saling berhubungan. Misalnya: sosiologi
dan antropologi keduanya berkaitan dengan masyarakat. Sosiologi mempelajari
strukturnya sedangkan Antropologi mempelajari budayanya. Kedua ilmu tersebut
dapat dikatakan memiliki pokok persoalan yang sama, namun juga dikatakan
berbeda. Perbedaaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak
pertanyaan yang diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari masyarakat
tersebut.
Obyek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan
bertahap menurut segi-segi yang dimiliki obyek materi dan menurut kemampuan
seseorang. Obyek formal diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan
pada bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang
darimana obyek material itu disorot. Obyek formal suatu ilmu tidak hanya
memberikan keutuhan ilmu, tetapi pada saat yang sama membedakannya dari
bidang-bidang lain. Suatu obyek material dapat ditinjau dari berbagai sudut
pandang sehingga menghasilkan ilmu yang berbeda-beda. Oleh karena itu, akan
tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu.
Dengan kata lain, “tujuan pengetahuan sudah ditentukan.
Misalnya, obyek materialnya
adalah “manusia”, kemudian, manusia ini ditinjau dari sudut pandang yang
berbeda-beda sehingga ada beberapa ilmu yang mempelajari manusia, diantaranya:
psikologi, antropologi, sosiologi, etnologi dan sebagainya.

1.
Batas-batas Ilmu Pengetahuan.
Menurut Immanuel
Kant apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu hanya terbatas pada
gejala atau fenomena, sedang
substansi yang ada di dalamnya tidak dapat kita tangkap dengan panca indera
disebut nomenon. Apa yang dapat kita
tangkap dengan panca indera itu adalah penting, pengetahuan tidak sampai disitu
saja tetapi harus lebih dari sekedar yang dapat ditangkap panca indera.
Yang dapat kita
ketahui atau dengan kata lain dapat kita tangkap dengan panca indera adalah
hal-hal yang berada di dalam ruang dan waktu. Yang berada di luar ruang dan
waktu adalah di luar jangkauan panca indera kita, itu terdiri dari 3 (tiga) ide
regulatif: 1) ide kosmologis yaitu tentang semesta alam (kosmos), yang tidak
dapat kita jangkau dengan panca indera, 2) ide psikologis yaitu tentang psiche atau jiwa manusia, yang tidak
dapat kita tangkap dengan panca indera, yang dapat kita tangkap dengan panca
indera kita adalah manifestasinya misalnya perilakunya, emosinya, kemampuan
berpikirnya, dan lain-lain, 3) ide teologis yaitu tentang Tuhan Sang Pencipta
Semesta Alam.
2.
Ciri-ciri Ilmu
Pengetahuan
Filsafat Ilmu
Pengetahuan merupakan cabang filsafat yang menelaah baik ciri-ciri ilmu
pengetahuan maupun cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan. Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan
adalah sebagai berikut:
a.
Sistematis.
Ilmu pengetahuan
ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu pengetahuan ilmiah dalam upaya
menjelaskan setiap gejala selalu berlandaskan suatu teori. Atau dapat dikatakan
bahwa teori dipergunakan sebagai sarana untuk menjelaskan gejala dari kehidupan
sehari-hari. Tetapi teori itu sendiri bersifat abstrak dan merupakan puncak
piramida dari susunan tahap-tahap proses mulai dari persepsi sehari-hari/
bahasa sehari-hari, observasi / konsep ilmiah, hipotesis, hukum dan puncaknya adalah teori.
Ciri-ciri
sistematis dari ilmu pengetahuan tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
![]() |
Gambar 4 : Piramida Ilmu
Pengetahuan Ilmiah
1)
Persepsi
sehari-hari (bahasa sehari-hari).
Dari persepsi
sehari-hari terhadap fenomena atau fakta yang biasanya disampaikan dalam bahasa
sehari-hari diobservasi agar dihasilkan makna. Dari observasi ini akan
dihasilkan konsep ilmiah.
2)
Observasi
(konsep ilmiah).
Untuk memperoleh konsep ilmiah atau menyusun konsep
ilmiah perlu ada definisi.
3)
Hipotesis
Dari konsep ilmiah yang merupakan pernyataan
- pernyataan yang mengandung informasi, 2 (dua) pernyataan
digabung menjadi proposisi. Proposisi
yang perlu diuji kebenarannya disebut hipotesis.
4)
Hukum
Hipotesis yang
sudah diuji kebenarannya disebut dalil atau hukum.
5)
Teori
Keseluruhan dalil
- dalil atau hukum - hukum yang tidak bertentangan satu sama lain serta dapat
menjelaskan fenomena disebut teori.
b.
Dapat
dipertanggungjawabkan.
Ilmu pengetahuan
dapat dipertanggungjawabkan melalui 3 (tiga) macam sistem, yaitu:
1)
Sistem
axiomatis
Sistem ini berusaha
membuktikan kebenaran suatu fenomena atau gejala sehari-hari mulai dari kaidah
atau rumus umum menuju rumusan yang khusus atau konkret. Atau mulai teori umum menuju
fenomena / gejala
konkret. Cara ini disebut deduktif-nomologis.
Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu-ilmu formal, misalnya
matematika.
2)
Sistem
empiris
Sistem ini berusaha
membuktikan kebenaran suatu teori mulai dari gejala/ fenomena khusus menuju
rumus umum atau teori. Jadi bersifat induktif dan untuk menghasilkan rumus umum
digunakan alat bantu statistik. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu
pengetahuan alam dan sosial.
3)
Sistem
semantik / linguistik
Dalam sistem ini
kebenaran didapatkan dengan cara menyusun proposisi
- proposisi secara ketat. Umumnya yang menggunakan metode
ini adalah ilmu bahasa (linguistik).
c.
Objektif
atau Intersubjektif
Ilmu pengetahuan
ilmiah itu bersifat mandiri atau milik orang banyak (intersubjektif). Ilmu
pengetahuan ilmiah itu bersifat otonom dan mandiri, bukan milik perorangan
(subjektif) tetapi merupakan konsensus antar subjek (pelaku) kegiatan ilmiah.
Dengan kata lain ilmu pengetahuan ilmiah itu harus ditopang oleh komunitas
ilmiah.
Oleh karena banyaknya obyek kajian dari ilmu
pengetahuan, maka dapat digambarkan dalam skema di bawah ini :

Sumber
: http://paparisa.unpatti.ac.id
Gambar 5. Pohon
Ilmu Pengetahuan
C. Perbedaan Filsafat dengan Ilmu
Pengetahuan
Pada dasarnya, setiap ilmu
memiliki 2 macam objek, yaitu objek material dan objek formal. Objek material
adalah suatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti peristiwa penting manusia
adalah objek material sejarah. Adapun objek formalnya adalah metode untuk
memahami objek material tersebut, seperti pendekatan induktif dan deduktif.
Filsafat sebagai proses
berfikir yang sistematif dan radikal juga memiliki objek material dan objek
formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada
mencakup ada yang nampak dan ada yang tidak tampak. Ada yang tampak adalah
dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian
filosof membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam
alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang ada dalam kemungkinan. Adapun,
objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal dan rasional
tentang segala yang ada. Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan dengan
ilmu karena ilmu hanya terbatas pada persoalan yang empiris saja, sedangkan
filsafat mencakup yang empiris dan yang non-empiris.
Objek ilmu terkait dengan
filsafat pada objek empiris. Di samping itu, secara historis ilmu berasal dari
kajian filsafat karena awalnya filsafat yang melakukan pembahasan tentang
segala yang ada ini secara sistematis, rasional dan logis termasuk yang
empiris. Setelah berjalan beberapa lama kajian yang terkait dengan hal empiris
semakin bercabang dan berkembang, sehingga menimbulkan spesialisasi dan
menampakan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara
berkesinambungan.
Karena itu, filsafat oleh
para filosof disebut sebagai induk ilmu, dari filsafatlah ilmu-ilmu modern dan
kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus
buahnya, yaitu teknologi (Jujun Sumantri : 2005). Awalnya, filsafat terbagi
pada teoritis dan praktis. Filsafat teoritis mencakup metafisika, fisika,
matematika dan logika, sedangkan filsafat praktis adalah ekonomi, politik,
hukum dan etika. Setiap bidang ilmu ini kemudian berkembang dan menspesialisasi,
seperti metafisika berkembang menjadi sosiologi, sosiologi berkembang menjadi sosologi
perusahaan, sosiologi kedokteran, sosiologi kesehatan dan lain sebagainya
(Surajiyo : 2007).
Perkembangan ini dapat
diibaratkan sebuah pohon dengan cabang dan ranting yang semakin lama semakin
rindang. Bahkan dalam perkembangan berikutnya, filsafat tidak hanya dipandang
sebagai induk dan sumber ilmu, tetapi sudah merupakan dari ilmu itu sendiri
yang mengalami spesialisasi. Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak dapat
hanya berada pada laut lepas, tetapi diharuskan juga dapat membimbing ilmu. Di
sisi lain, perkembangan ilmu yang sangat cepat tidak saja membuat ilmu semakin
jauh dari induknya, tetapi juga mendorong munculnya organisasi dan bahkan
kompartementalisasi yang tidak sehat antara satu bidang ilmu dengan yang
lainnya.
Tugas filsafat di antaranya
adalah menyatukan visi keilmuan itu sendiri agar tidak terjadi bentrokan antara
berbagai kepentingan. Dalam konteks inilah kemudian ilmu sebagai kajian
filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami. Ilmu sebagai objek kajian
filsafat sepatutnya mengikuti alur
filsafat, yaitu objek material yang didekati lewat pendekatan radikal,
menyeluruh dan rasional. Begitu juga sifat pendekatan spekulatif dalam filsafat
sepatutnya merupakan bagian dari ilmu karenanya ilmu dilihat pada posisi yang
tidak mutlak, sehingga masih ada ruang untuk berspekulasi demi pengembangan
ilmu itu sendiri.
Diantara 2 objek kajian
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan diantara obyek material dan
formal filsafat ilmu yakni bahwa obyek material filsafat adalah segala yang
ada. Segala yang ada mencakup ada yang nampak dan ada yang tidak tampak. Ada
yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam
metafisika. Sedangkan obyek formal adalah cara pendekatan yang dipakai atas
obyek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau mengkhususkan
bidang kegiatan yang bersangkutan. Menurut
sudut pandang saya sebagai seorang guru antara 2 obyek kajian tersebut yakni
obyek material dan obyek formal dari filasafat ilmu, objek material dan formal
dalam filsafat ilmu sangat berkaitan erat. Obyek formal digunakan sebagai
metode analisis atau cara pendekatan bagi obyek material yang ada. Jika cara
pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem
filsafat.
Berikut digambarkan perbedaan antara Filsafat dengan
Ilmu Pengetahuan
Kajian
|
Filsafat
|
Ilmu
Pengetahuan
|
Obyek Formal
|
Segala yang ada,
realita / fakta
|
Sasaran Penelitian (Subyect Matter)
|
Obyek Material
|
Sudut pandang yang
radikal, komprehensif dan holistik
|
Metodologi
|
Cakupan
|
Sangat luas
|
Khusus / spesialisasi
|
Historis
|
The
Mother of Science
|
Product
|
Tabel 1. Tabel Perbedaan Kajian Filsafat
dengan Ilmu Pengetahuan
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penjelasan di atas dapat memberikan gambaran kepada kita untuk mengambil
kesimpulan bahwa apabila dilihat dan sisi obyeknya, filsafat mengkaji dua hal
yaitu obyek material (obyek substantif) dan obyek formal (obyek instrumentatif).
Filsafat adalah usaha untuk memahami atau mengerti dunia dalam hal makna
dan nilai-nilai. Pengertian filsafat disederhanakan sebagai proses dan produk,
yang mencakup pengertian filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep,
teori, dan sistem tertentu yang merupakan hasil dari proses berfilsafat sebagai problem
solving atas berbagai problema yang dihadapi manusia.
Sedangkan ilmu pengetahuan merupakan hasil kajian dari pola pikir manusia
terhadap suatu pokok masalah tertentu (subyect
matter) berdasarkan kaidah – kaidah tertentu yang sudah normatif sifatnya.
Pokok kajian ilmu pengetahuan bersifat khusus (spesialisasi).
Filsafat berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan
sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang menjadi tujuan
hidupnya. Dengan belajar filsafat, tidak menyebabkan kita untuk berhenti
belajar, karena dalam filsafat tidak akan pernah akan dapat mengatakan selesai
belajar.
B. Saran
- Belajar filsafat tidak hanya mengandalkan pada kontemplasi, tetapi perlu ketajamam analisa
- Ilmu pengetahuan yang diperoleh tidak berguna bila tidak dibagi atau diberikan kepada orang lain
- Dari pembaca diharapkan kritik konstruktifnya guna perbaikan berikutnya
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Adib. (2011). Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
H.M. Rasjidi. (1984). Persoalan –
Persoalan Filsafat. Jakarta : Bulan
Bintang.
http://paparisa.unpatti.ac.id diakses pada 20 Agustus 2012
Jujun Sumantri. (2005). Filsafat Ilmu
Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
Surajiyo. (2007). Filsafat Ilmu dan
Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : Bumi Aksara.
Win Usuluddin Bernadien. (2011). Membuka
Gerbang Filsafat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar