PENDIDIKAN MORAL MELALUI
PENDEKATAN KOGNITIF
DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATA KULIAH PENDIDIKAN TATA NILAI IPS
PROGRAM PASCASARJANA UNY
JURUSAN PIPS
Disusun oleh
:
SIGIT KINDARTO
NIM.
12705259010
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
PROGRAM PASCASARJANA PIPS
KERJASAMA P2TK DENGAN UNY
TAHUN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara
Indonesia sekarang ini sedang mengalami krisis moral. Kondisi moral anak usia
sekolah dasar saat ini sangat rendah, contohnya antara lain berperilaku kasar,
acuh tak acuh pada pelajaran, bersikap seperti orang dewasa, tidak berkeinginan
turut melestarikan warisan kebudayaan daerahnya. Moral anak – anak yang
notabene adalah calon para penerus bangsa kini malah mulai tergerus oleh arus
jaman, maka memang tidak salah bila ada pepatah orang tua yang mengatakan “Jaman
saiki jaman edan” yang artinya jaman sekarang jaman orang bertindak
tanpa memperhitungkan moral, betapa tidak kini dengan mudah dijumpai anak –
anak yang sangat tidak mencerminkan perilaku moral yang baik dan terpuji.
Tindakan tersebut bukan hanya dicerminkan oleh para anak – anak remaja bahkan
sampai pada anak – anak usia sekolah dasar yaitu kisaran 7 – 12 tahun, usia
dimana tingkat kognisi anak sedang berkembang pesat dan sangat mudah menerima
segala bentuk pengetahuan baru secara utuh yang diberikan oleh segenap
lingkungannya, apabila lingkungannya mendukung pada pembentukan moral yang baik
maka akan terbentuk anak yang bermoral baik dan sebaliknya.
Pada
dasarnya pembentukan moral anak secara mendasar tergantung kepada orang – orang
yang ada di sekitarnya dan situasi lingkungan yang mendukung. Anak yang hidup
pada kondisi lingkungan yang membentuk kepribadian baik tentu akan menjadi baik
selama belum terkontaminasi dengan hal – hal yang buruk, begitu juga sebaliknya
ketika anak hidup pada kondisi lingkungan yang buruk tentu akan terbentuk
kepribadian yang buruk selama belum terkontaminasi dengan hal – hal yang baik
yang bisa mengubahnya.
Pranata
yang dapat membentuk kepribadian seorang anak adalah keluarga, masyarakat
(teman sebaya), sekolah, serta fasilitas di lingkungan mereka, keempat pranata
tersebut disebut faktor eksternal. Faktor internalnya yaitu bawaan dari anak
itu sendiri yaitu pewarisan sifat dari kedua orang tua mereka. Dalam hal ini
sekolah memiliki peran untuk membentuk kepribadian yang positif karena pranata
yang lain seperi keluarga, masyarakat, serta fasilitas yang ada di
lingkungannya belum tentu membentuk kepribadian yang positif bagi mereka atau
malah justru membentuk kepribadian yang negative.
Pelaksanaan pendidikan moral di
sekolah sangat berguna untuk membantu siswa mempertinggi tingkat pertimbangan,
pemikiran, dan penalaran moralnya agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari
– hari. Peserta didik adalah manusia dengan segala fitrahnya. Mereka mempunyai
perasaan dan pikiran serta keinginan atau aspirasi. Merka mempunyai kebutuhan
dasar yang perlu dipenuhi seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, kebutuhan
rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan untuk
mengaktualisasikan dirinya (menjadi dirinya sendiri sesuai dengan potensinya)
Dalam tahap perkembangannya siswa usia SMP berada pada tahap perkembangan yang sangat pesat, dari segala aspek. Periode yang dimulai pada usia 12 tahun yaitu yang lebih kurang sama dengan usia SMP, merupakan period of formal operation. Pada usia ini yang berkembang pada siswa adalah kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermaka tanpa memerlukan objek yang visual. Siswa mulai memahami sesuatu yang bersifat imajinatif.
Dalam tahap perkembangannya siswa usia SMP berada pada tahap perkembangan yang sangat pesat, dari segala aspek. Periode yang dimulai pada usia 12 tahun yaitu yang lebih kurang sama dengan usia SMP, merupakan period of formal operation. Pada usia ini yang berkembang pada siswa adalah kemampuan berfikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermaka tanpa memerlukan objek yang visual. Siswa mulai memahami sesuatu yang bersifat imajinatif.
Tahapan
kognitif ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Ini
terjadi karena siswa masih pada taraf belajar untuk mengendalikan
gerakan-gerakannya. Dia harus berfikir sebelum melakukan suatu gerakkan. Pada
tahap ini siswa sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi tingkat
frustasi yang tinggi.
Pendidikan
merupakan salah satu fasilitas kita sebagai manusia untuk merangsang dan
menstimulasi kemampuan kognitif kita dalam hal transfer ilmu baik yang kita
dapat secara formal maupun secara informal.
Begitu besarnya peran kognitif kita dalam perkembangan hidup yang akan datang. Maka, banyak cara yang dikembangkan untuk mengoptimalkan kemampuan ini salah satunya adalah dengan melalui jalur pendidikan formal yang menekankan bahwa fungsi-fungsi mental dapat berkembang dengan baik jika kita melatihnya.
Begitu besarnya peran kognitif kita dalam perkembangan hidup yang akan datang. Maka, banyak cara yang dikembangkan untuk mengoptimalkan kemampuan ini salah satunya adalah dengan melalui jalur pendidikan formal yang menekankan bahwa fungsi-fungsi mental dapat berkembang dengan baik jika kita melatihnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang
ada maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1.
Apakah pengertian pendidikan moral ?
2.
Apakah pengertian pendekatan
kognitif ?
3.
Bagaimana penerapan pendekatan
kognitif untuk mengambil keputusan moral ?
4.
Apakah kelebihan dan kelemahan pendekatan
kognitif ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan Moral
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa pendidikan
nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab.
Jika idealisasi dari UU itu
benar-benar diterapkan dalam realita proses pendidikan, maka tentu pendidikan
akan mampu menghasilkan SDM yang tidak hanya terampil dan cerdas, namun juga
bermoral.
INPUT PROSES OUTPUT
Gambar 1. Idealisasi Proses Pendidikan
Pada kenyataannya saat ini kepekaan
nurani anak bangsa ini justru sudah terabaikan (tergadai) seringkali terjadi praktik penyimpangan moral : seperti
kekerasan antar siswa (baca :
tawuran), pelecehan seksual oleh oknum tertentu, anarkhisme dan pelanggaran
norma hukum secara kolektif, bahkan sebagian besar pelajar dan masyarakat kita
tercerabut dari peradaban eastenisasi
(ketimuran) yang beradab, santun dan beragama. Perilaku negatif ini
dipublikasikan oleh media massa elektronika maupun cetak dan dapat diakses
secara luas. Di sini terlihat masih adanya kontradiksi antara harapan dan
kenyataan yang sesungguhnya.
Menurut
Tilaar, dalam bukunya Manajemen
Pendidikan Nasional : Kajian Pendidikan Masa Depan (2001) menjelaskan
setidaknya ada 4 (empat) faktor penyebab munculnya berbagai penyimpangan moral,
yaitu :
1.
Media Massa membuat nilai permisif barat secara intens
semakin menjadi sebahasa. Ketika media massa membuat pergaulan lintas
kultur menjadi begitu akrab, dunia
semakin kecil dan imbas nilai rentan ditularkan dan diadobsi. Ditambah hampanya
nilai tradisional di sekolah yang hanya mengajar dan kurang mendidik.
2.
Pergerakan Urbanisasi menggeser nilai yang dipetik
dari keluarga besar (dengan hadirnya kakek, nenek, paman dan bibi) beralih ke
nilai keluarga inti (nuclear family).
Anak dibesarkan pembantu dan kian terasing dari lingkungan tradisi. Ketika
sekolah sudah lupa melakukan tugas pembudayaan, dan orangtua alpha akan tugas hakekatnya maka anak akan
tumbuh tidak tahu aturan, tidak tahu diri, liar jauh dari nilai iman dan moral.
3.
Materalisme menjadi momok yang nyata, jika cita-cita
orang bersekolah ingin menjadi tujuan utama dalam mencari kemakmuran ekonomi.
Apalagi jika visi sekolah lebih condong pada pada sisi ekonomi bukan moral,
kian menyuburkan budaya konsumerisme. Menggapai tujuan dengan menghalalkan
segala cara menjadi sebuah kebutuhan, sehingga kebenaran menjadi bias.
4.
Ketika sekolah berubah menjai pabrik pendidikan. Orangtua
menyerahkan pendidikan nilai kepada sekolah, padahal sekolah cenderung lebih
mengajar daripada mendidik. Dan tampaknya Indonesia saat ini berada pada tepian
keniscaayan akan etika dan moral ini.
Oleh karena itu, pendidikan moral
mutlak mendapatkan porsi yang tidak boleh ditunda pelaksanaannya menjadi sebuah
gerakan serentak, terpadu dan komprehensif untuk segala lapisan jenjang
pendidikan, tidak dapat diterapkan secara khusus parsial / berdiri sendiri (self suffeciency). Pendidikan Moral
mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, ketrampilan dan perilaku yang baik,
jujur dan penyayang (bermoral). Tujuan utama dari pendidikan moral adalah menghasilkan
individu yang otonom, yang memahami nilai-nilai moral dan memiliki komitmen
untuk bertindak konsisten dengan nilai–nilai tersebut. Menurut Darmiyati Zuchdi
(2010 : 43) pendidikan moral mengandung beberapa komponen yaitu :
1.
Pengetahuan tentang moralitas
2.
Penalaran moral
3.
Perasaan kasihan
4.
Memperhatikan kepentingan orang lain
5.
Tendensi moral
Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran dalam setiap aktivitasnya yang mencakup
aspek kognitif, afektif dan psikomotoris, seperti yang dikembangkan dalam
Taksonomy Bloom, mestinya diperoleh siswa secara berimbang, menyatu, dan
optimal untuk memperkembangkan pribadi siswa secara utuh serta dinamis,
sehingga menuntut keterlibatan belajar siswa dengan mendayagunakan semua
potensi dirinya (kognitif, afektif,dan psikomotoris), melalui cara-cara belajar
yang benar (sesuai dengan tuntutan belajar kemanusiaan serta keilmuan), dan
bersifat intensif (bertujuan, terencana, berdasar pertimbangan yang rasional)
untuk dapat digunakan menanamkan nilai-nilai moral.
Pembelajaran yang mengutamakan hasil belajar adalah benar, tetapi perlu
diingat bahwa hasil belajar bukan seperti produk pabrik yang mekanisme (asal
perangkat permesinannya beres, bahan bakunya standar, tenaga penggerak mesinnya
ada pasti menghasilkan jenis barang yang standar, seperti yang diinginkan dalam
rancangannya). Hasil belajar seseorang siswa bersifat evolutif (setapak demi
setapak), proses keterlibatan belajar siswa sekaligus telah mencerminkan arah
serta kualitas hasilnya, dan kecakapan memproses diri dalam belajarnya (adanya
rencana kerja, disiplin waktu, pilihan metodologis yang tepat, dan
pendayagunaan fasilitas secara efisien) juga merupakan hasil belajar siswa yang
penting dan mendasar. Perhatian yang berlebihan terhadap hasil belajar dan
cenderung kurang meneliti proses pencapaiannya, akan berakibat hadirnya manusia
Indonesia yang hanya cerdas secara pengetahuan, tetapi dengan pengetahuan yang
tinggi tersebut justru banyak yang terjebak bertindak di luar tatanan moral
yang berlaku di lingkungan masyarakat.
Pendidikan Moral untuk kalangan pelajar di Indonesia pada titik awalnya
dapat didahului dengan menanamkan konsep moralitas yaitu mengenalkan tradisi
moral yang sudah dikembangkan di Indonesia yang berupa tradisi politik dan
tradisi hukum yang berlaku kemudian mengkritisnya. Mengenalkan perilaku mana
yang benar dan salah, kemudian merambah ke hal yang bersifat abstrak.
B. Pendekatan Kognitif,
Istilah “kognitif” berasal dari kata
cognition yang artinya sama dengan
kata “knowing” yang berarti
mengetahui. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah kognitif menjadi sangat
populer sebagai salah satu domain atau wilayah psikologis manusia yang
berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengelolaan informasi dan
keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan
kehendak dan perasaan yang bertalian dengan ranah rasa.
Dalam pandangan ahli kognitif, kognitif adalah tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur /
diterangkan tanpa melibatkan proses mental, seperti motivasi, keyakinan, dan
sebagainya. Belajar pada dasarnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa
behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat behavioral
tampak lebih nyata dalam hampir semua aktivitas belajar siswa. Secara lahiriah,
seorang anak yang sedang belajar membaca dan menulis, tentu menggunakan
perangkat jasmaniah (dalam hal ini mulut dan tangan) untuk mengucapkan kata dan
menggoreskan pena. Akan tetapi, perilaku mengucapkan kata dan menggoreskan pena
yang dilakukan tersebut bukan semata-mata respons atas stimulus yang ada,
melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otak
Ranah kognitif mempunyai
arti penting dalam proses belajar siswa. Ranah kejiwaan yang berkedudukan pada
otak ini, dalam perspektif psikologi
kognitif, adalah sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya,
yakni ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Tidak seperti organ
tubuh lainnya, organ otak sebagai pusat
fungsi kognitif bukan hanya menjadi penggerak aktivitas akal pikiran,
melainkan juga pengontrol perasaan dan perbuatan. Sekali kita kehilangan fungsi
kognitif karena kerusakan berat pada otak, martabat kita hanya beda sedikit
dengan hewan.
Tanpa ranah kognitif, sulit
dibayangkan seorang siswa dapat berfikir. Selanjutnya tanpa kemampuan berfikir
mustahil siswa tersebut dapat memahami dan meyakini faidah materi-materi
pelajaran yang disajikan kepadanya. Tanpa berfikir juga sulit bagi siswa untuk
menangkap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran yang ia
pelajari.
Pendekatan kognitif yang digunakan sebagai
upaya penanaman / pengenalan pesan moral dalam sebuah proses pembelajaran menanti
peran aktif dari seorang guru. Menurut Kohlberg sebagaimana dikutip oleh
Darmiyati Zuhcdi (2010 : 58) peran guru dalam pendidikan moral dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Peran Guru dalam pendekatan kognitif
Dalam kajian ini peran guru sebagai
pencipta konflik kognitif menempatkan
pribadi guru sebagai seorang yang
memberikan kebebasan kepada muridnya untuk mencari solusi atas sebuah
permasalahan sosial yang dihadapinya dengan memilih pilihan sulit yang
mempunyai implikasi lanjutan atas pilihan yang sudah menjadi ketetapannya tersebut.
Oleh karena itu fungsi guru dalam
mengajar di dalam kelas harus mampu sebagai pengasuh, model (pemberi teladan),
dan mentor (Darmiyati Zuchdi, 2010 : 58). Sebagai pengasuh, guru harus bisa
mencintai dan menghargai murid-murid, menolong mereka agar berhasil di sekolah,
mengembangkan kesadaran akan harga dirinya, memperlakukan murid secara bermoral
sehingga mereka dapat merasakan dengan apa yang dimaksud dengan moralitas.
Sebagai seorang model guru harus
mampu menunjukkan dirinya sebagai orang yang beretika, menunjukkan orang yang
perilaku rasa hormat, bertanggungjawab di setiap kesempatan baik di dalam kelas
maupun di luar kelas – (ingat dengan
istilah Guru di gugu dan ditiru), juga dapat berperan dengan memberikan
perhatian terhadap peristiwa moralitas dan respon positif terhadap setiap
peristiwa yang bermakna bagi siswa. Sebagai seorang mentor, guru dapat
menyelenggarakan proses pembelajaran dan pembimbingan melalui penjelasan,
diskusi, bercerita, motivasi, dan koreksi terhadap perilaku siswa yang melukai
perasaan orang lain.
Untuk itu guru perlu membuat
paradigma pembelajaran untuk dapat membuat proses pembelajaran yang mampu memperhatikan
perkembangan moral anak. Paradigma pembelajaran tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 3.
Paradigma Guru dalam Pembelajaran Moral
Dalam paradigma pengajaran moral ini
guru terlebih dahulu harus mengerti dan sadar diri terlebih dahulu mengenai
persoalan – persoalan moral dan berubah sebelum menghendaki perubahan terjadi
pada diri muridnya, kemudian menyadari bahwa selama interaksi yang terjadi
banyak yang rdimensi moral untuk itu perlu dibangun suasana yang kondusif demi
terjalinnya situasi yang kondusif demi perkembangan moral peserta didik.
C. PENERAPAN PENDEKATAN KOGNITIF DALAM KEPUTUSAN MORAL
Keputusan moral merupakan proses perkembangan kognisi secara alami
(Darmiyati Zuchdi, 2008:11). Konsep keputusan moral didasarkan pada teori
Kohlberg yang disebut cognitive-developmental
theory of moralization, yang berakar pada karya piaget.Kohlberg menggunakan
wawancara keputusan moral dimana subjek dihadapkan pada masalah dan memilih
diantara dua nilai untuk memecahkan masalah tersebut. Menurut kohlberg terdapat
enam tahap keputusan moral :
1. Tingkat I Prakonvensional
a.
Tahap
1 Moralitas heteronomi
b.
Tahap
2 Individualisme, tujuan instrumental dan pertukaran
2.
Tingkat
II Konvensional
a.
Tahap
3 Harapan bersama antar pribadi, hubungan dan persesuaian antar pribadi
b.
Tahap
4 sistem sosial dan suara hati nurani
3.
Tingkat
III Pasca Konvensional atau memiliki prinsip
a.
Tahap
5 Kontrak sosial atau hak milik dan hak individu
b.
Tahap
6 Prinsip-prinsip etis universal
(Darmiyati
Zuchdi, 2008:14-18)
Tiap orang berada pada tahap perkembangan
moral yang berbeda, sejauh mana tingkat kognisinya berkembang. Penerapan dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas pendekatan kognitif melalui keputusan moral
ini dapat dilakukan dengan menghadapkan peserta didik pada sebuah dilema moral
kemudian mereka kita minta memilih diantara dua keputusan mana yang akan
diambil dengan menyertakan alasan mengapa memilih keputusan tersebut. Contoh
dilema moral :
Erlita adalah anak pintar dan cerdas
dikelasnya. Menjelang Ujian Nasional beberapa orang teman sekelasnya yang
tergolong anak nakal meminta Erlita membantu mereka memberikan jawaban saat
ujian nasional. Mereka mengancam akan menganiaya adik Erlita jika tidak mau
membantu mereka, melaporkan pada guru atau siapa saja. Erlita dihadapkan pada
dua pilihan sulit. Pertama jika dia membantu mereka maka dia sudah berbuat
curang dan membiarkan teman-temannya melakukan jalan yang salah dan itu dosa. Kedua
jika dia tidak membantu mereka dan melaporkan pada guru maka adiknya
taruhannya. Mereka bisa berbuat apa saja dengan uang yang mereka punya karena
Erlita tahu mereka anak-anak orang kaya. Mana yang harus dipilih erlita ?. Berdasarkan dilemma moral ini anak diminta apakah
memilih memberikan jawaban soal pada saat ujian atau tidak ?
D. KELEBIHAN
DAN KELEMAHAN PENDEKATAN KOGNITIF
Pendekatan kognitif dalam pengambilan keputusan moral
dapat merangsang perkembangan kognitif seseorang. Seseorang bisa mengambil keputusan diantara dua pilihan
menjadi pribadi yang lebih bijaksana dan tepat dalam berfikir. Namun terkadang
pilihan ini hanya meningkatkan pemikiran moral seseorang dan belum dapat
mencapai kesatuan antara pemikiran moral dan tindakan moral.
BAB III
PENUTUP
Krisis moral yang dialami Bangsa
Indonesia, terutama pada generasi mudanya memerlukan pencegahan dan penanganan
yang tepat. Pelaksanaan pendidikan moral di sekolah sangat berguna
untuk membantu siswa mempertinggi tingkat pertimbangan, pemikiran, dan
penalaran moralnya agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari. Pendidikan
moral mutlak mendapatkan porsi yang tidak boleh ditunda pelaksanaannya menjadi
sebuah gerakan serentak dan terpadu
untuk segala lapisan jenjang pendidikan dan tidak dapat
diterapkan secara khusus parsial / berdiri sendiri (self suffeciency).
Pendidikan
merupakan salah satu fasilitas kita sebagai manusia untuk merangsang dan
menstimulasi kemampuan kognitif kita dalam hal transfer ilmu baik yang kita dapat secara formal maupun secara
informal. Kegiatan
pembelajaran dalam setiap aktivitasnya yang mencakup aspek kognitif, afektif
dan psikomotoris, seperti yang dikembangkan dalam Taksonomy Bloom, mestinya
diperoleh siswa secara berimbang, menyatu, dan optimal untuk memperkembangkan
pribadi siswa secara utuh serta dinamis, sehingga menuntut keterlibatan belajar
siswa dengan mendayagunakan semua potensi dirinya (kognitif, afektif,dan
psikomotoris), melalui cara-cara belajar yang benar (sesuai dengan tuntutan
belajar kemanusiaan serta keilmuan), dan bersifat intensif (bertujuan,
terencana, berdasar pertimbangan yang rasional) untuk dapat digunakan
menanamkan nilai-nilai moral.
Salah satu penerapan pendekatan kognitif
dalam pendidikan moral adalah proses Pendidikan Karakter Bangsa. Pendidikan
Karakter Bangsa di bangun dari komponen – komponen yang sangat penting, yang
menjadi pijakan terciptanya pendidikan yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan
cita – cita bangsa.
DAFTAR
PUSTAKA
Abuddin Nata. 2003.
Manajemenen Pendidikan:
MengatasiKelemahan Pendidikan Islam di Indonesia.Bogor : Kencana.
Tilaar, H.A.R.2001.Manajemen Pendidikan Nasional: KajianPendidikan
Masa Depan.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Zuchdi, Darmiyati. 2010. Humanisasi Pendidikan. Jakarta : Bumi
Aksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar