SIGIT KINDARTO

"SELAMAT DATANG DI BLOG SANG OEMAR BAKRI"

Jumat, 02 November 2012

Pribumisasi Ilmu - Ilmu Sosial : Sebuah Paradigma menuju Kedaulatan Akademik


MEWUJUDKAN KEDAULATAN  AKADEMIK
(PROSES INDIGENOUSASI ILMU SOSIAL DI INDONESIA)
Mata Kuliah : Filsafat Ilmu

Dominasi pengaruh Ilmu – Ilmu Sosial Eropa atau Amerika terhadap perkembangan Ilmu – Ilmu Sosial di Asia termasuk Indonesia dirsakan dalam kurun waktu yang telah lama, bahkan sejak sebelum kemerdekaan.
Kondisi ini mengkaibatkan perkembangan ilmu – ilmu sosial di Indonesia khususnya dan Asia pada umumnya berada pada keadaan yang tergantung pada dinamika Barat (Captive mind), hal ini tentu menimbulkan keprihatinan yang mendalam pada praktisi ilmu bidang ilmu – ilmu sosial.
Stagnasi ilmu – ilmu sosial ini menjadi pemicu bagi intelektual Asia – Indonesia untuk mengembangkan kajiannya. Untuk Merealisasikan keinginan tersebut pada tahun 1970-an Ismail Raji Al-Faruqi menyampaikan ide – ide tentang Islamisasi Ilmu – Ilmu Sosial Kontemporer. Langkah ini mendapat dukungan dari Naquib Al-Attas yang juga mendorong dilakukannya Islamisasi ilmu – ilmu secara luas dengan memasukkan unsur-unsur Islam dalam ilmu – ilmu komtemporer.
Hal penting yang menjadi pandangan dua intelektual ini, Ismail Raji Al-Faruqi dan Naquib Al-Attas adalah :
1.        Pengamatannya mengenai fenomena kebiasaan ilmuwan Asia yang menggunakan kaidah – kaidah Barat seperti metode, analisis, deskripsi, eksplanasi, generalisasi, konseptuaslisasi dan intepretasi.
2.        Ilmuwan Asia – Indonesia telah berusaha untuk keluar dari kungkungan kebergantuan intelektual Barat, tetapi usaha yang dilakukannya belum terstruktur, melembaga dan sistematis.
3.        Membangun suatu diskursus alternatif ilmu – ilmu sosial di luar arus besar diskursus Ilmu – Ilmu Sosial Barat.
Menurut Syed Farid Alatas tingkat keterganungan akademis di Asia dipandang pararel dengan tingkat ketergantungan ekonomi. Tingkat ketergantungan akademis itu diantaranya kebergantungan pada :
1.        gagasan
2.        media gagasan
3.        teknologi pendidikan
4.        bantuan riset dan pengajaran
5.        investasi pendidikan
6.        ketrampilan
Prof. Kuntojoyo menjadi pionir bagi intelektual Indonesia yang berani melakukan gugatan akademis Barat. Hal yang telah dilakukannya adalah dengan melakukan mencoba membuka pemikiran pentingnya Ilmu Sosial Profetik. Kemudian ditindaklanjuti dengan hal yang bersifta praksis. Melalui prophetic education ini diyakini mampu melahirkan perspektif teoritis yang sesuai dengan konteks keindonesiaan / ketimuran sehingga dominasi intektual barat terhadap ilmu – ilmu sosial dapat dikurangi bahkan sampai taraf zero influence.
Buku “Menuju Indigenousasi Ilmu Sosial Indonesia : Sebuah Gugatan atas Penjajahan Akademik” ini terbagi dalam tiga kajian besar yaitu :
Pertama, membahas teori dan konsep ilmu sosial, khususnya yang terkait dengan  gagasan perlunya melakukan proses indegenousasi Ilmu – Ilmu Sosial di Indonesia.
Kedua, membahas pendekatan dan metodologi. Kajian dalam bagian adalah bagaimana menemukan pendekatan yang cocok dan sesuai dengan kultur serta fenomena sosial tanpa menggunakan pendekatan Barat yang bersifat copy – paste.
Ketiga, membahas tentang kasus dan fenomena sosial di Indonesia yang memiliki rumusan kebhinekaan. Teori yang digunakan dalam kajian ini adalah menggunakan gagasan dan berbaasis pada kearifan lokal masyarakat yang multikultur.
Buku ini menjadi mestinya inspirasi bagi pembaca untuk dapat mewujudkan terjadinya transformasi yang tak terbatas tidak hanya pada tataran pemikiran khususnya bagi pada pendidik – guru, untuk dapat merealisasikan terjadinya transformasi masyarakat Indonesia. Aktivitas sosial yang memiliki kesadaran bahwa ilmu adalah merupakan instrumen sangat dahsyat bagi transformasi bukan revolusi sosial. Semua Perubahan berawal dari ide – ide gemilang, kata – kata, diskusi – diskusi, forum – forum ilmiah. Dari kondisi inilah keinginan yang memisahkan diri dari ketergantungan dominasi Barat dalam ilmu – ilmu sosial dapat segera direalisasikan.
Pandangan KH Said Agil Siraj, Ketua Majelis Wali Amanah UI, mengatakan bahwa pribumisasi ilmu pengetahuan di Indonesia sudah saatnya dilakukan. Ilmu pengetahua yang diperoleh dari dari luar digali secara epistemologi, kemudian dilakukan pembaharuan bahkan penemuan baru. Langkah pribumisasi ilmu pengetahuan ini mesti dilanjutkan untuk menemukan teori – teori baru baik di bidang sosial, humaniora maupun eksak.
Ini menunjukkan bahwa manusia dan bangsa Indonesia belum memiliki komitmen dan intensitas yang kuat untuk menjadikan Pancasila dan kebudayaan luhur Indonesia untuk dikembangkan dalam tataran pendidikan di semua jenjangnya. Komitmen ini penting sebagai salah satu usaha pribumisasi ilmu pengetahuan. Salah satu penyebab komitmen ini belum tampak adalah adanya ketidakpercayaan diri atau penyakit suka kalau segala sesuatunya dihubungkan dengan yang bersifat asing (xenofilia). Kita patut tergerak / tergelitik dengan ungkapan intelektual Korea, Koh Young Hun, yang mengatakan Korea saja bisa, Apalagi Indonesia. Ini mestinya mendorong semua komponen bangsa untuk berpartisipasi diri mewujudkan tegaknya ilmu pengetahuan yang berpijak pada unsur dan kearifan lokal yang multikultur ini menjadi tuan di negerinya sendiri.
Ada 4 hal yang mendorong Bangsa Korea menjadi bangsa yang maju di kawasan Asia sejajar dengan bangsa Barat antara lain :
1.        rajin bekerja
2.        sikap hemat
3.        mandiri / jujur dan percaya diri
4.        koperasi
Dari  empat hal di atas sebenarnya merupakan nilai luhur Bangsa Indonesia, yakni “raji pangkal pandai dan hemat pangkal kaya serta sedikit bicara banyak kerja” adalah pepatah yang telah mengakar dalam budaya Indonesia. Sikap Mandiri melekat dalam nilai religi sebagaimana tertuang dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu bangsa kecuali bangsa itu mengubah nasibnya sendiri. Koperasi adalah sendi – sendi budaya Bangsa Indonesia yang amat menonjol. Koperasi atau gotong royong tetap terpelihara dan dilestarikan.
Saatnya kini ilmuwan Indonesia untuk menghilangkan rasa tidak percaya diri dan xenofilia untuk menuju Indonesia Emas. Indonesia yang dalam teori pembangunannya menuju pada pengembangan ilmu pengetahuan yang tidak ahistori, penyebabnya adalah mengembangkan pengetahuan yang berbasis sudut pandang masyarakat sendiri akan dapat mengembangkan teori – teori pembangunan yang mempunyai akar sejarah kuat dalam masyarakat. Selain itu proses indegenousasi juga akan membebaskan masyarakat dari penunggalan kebenaran, karena akan menjadikan proses pembangunan menjadi tidak seragam dan akan sesuai dengan kondisi lingkungan, politik, ekonomi dan masyarakat setempat.
Pengembangan perspektif masyarakat asli dalam pembangunan juga akan membawa pembangunan yang dijalankan adalah pembangunan yang bebas kontrol dan kendali kepentingan masyarakat Barat, karena pembangunan berbasis pada kepentingan masyarakat sendiri. Oleh karena itu, dibutuhkan pemikiran – pemikiran dari intelektual organik yang mau dan berkomitmen untuk hidup dan mengembangkan pengetahuan yang ada dalam masyarakat berbasis kearifan lokal yang multikultural.
Skala besar yang menjadi gagasan dalam buku ini sebenarnya mengajak kepada para pemangku kepentingan untuk memulai dari skala yang kecil. Guru memegang peranan yang sangat urgen karena dari merekalah sebenarnya motor penggerak yang dapat mendorong lahirnya embrio dehegemonisasi barat terhadap eksistensi kedaulatan negara, termasuk kedaulatan bidang di akademik. Keberanian untuk mencoba dan menuangkan hasil olah pikir, olah rasa maupun olah raga  untuk dikembangkan sesuai dengan kultur sendiri (lokal) semestinya mendapat ruang dan dukungan dari stake holder negeri ini untuk menuju kepada kemandirian akademik.
Sangat ironis apabila kalangan akademisi merasa nyaman dengan xenofilia yang selama ini telah merasuk dalam sendi – sendi pola pikirnya. Sebagai kalangan pemikir mestinya dengan kemampuan berpikirnya mampu untuk menjadi pionir pemikir bukannya hanya pembeo atas doktirn teori yang dikembangkan oleh akademisi barat terhadap Indonesia. Dengan adanya keberanian itu memungkinan untuk memiliki sikap terbuka dan lahirnya kemandirian akademik.
Melalui pemikiran yang berupa energi kreatif kritis dan orisinil serta independen dalam membaca fenomena negara, maka akan diketahui berbagai perspektif teori poilitik dan sosial yang selama ini konfigurasi maupun bangunan ketatanagaraannya telah mengalami bias negara, karena condong pada hegemoni kekuatan politik kapitalisme internasional. Apabila kondisi ini diteruskan maka Indonesia akan tertelan oleh kemajuan jaman, jaman yang dikemas dan diskenario oleh peradaban barat.
Menelisik kemunculan Buku “Menuju Indigenousasi Ilmu Sosial Indonesia” memberikan angin segar dan harapan kepada warga masyarakat Indonesia untuk menunggu cendekiawan atau pemikir Indonesia berani menuangkan buah pikirnya berdasarkan filsafati lokal dan nasional untuk mengembangkan nilai – nilai luhur menjadi pijakan bagi kebijakan yang terbebas dari kungkungan belenggu kepentingan barat. Baik dalam urusan ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Indonesia merupakan negara yang sebenarnya super talenta, namun karena hegemoni barat yang terlanjur mendalam ini membutuhkan keseriusan dari semua stake holder bangsa ini untuk sungguh – sungguh melakukan tindakan / eksekusi secara nyata bagi terwujudnya “Dehegemonisasi Barat Terhadap Dunia Ketiga”.
Kalau tidak dimulai  dari sekarang maka kapan akan dimulai meski untuk skala yang masih kecil, tetapi sudah terwujud nyata adanya. Peristiwa besar yang melanda Indonesia (Penjajahan Akademik) semula dimulai hal – hal kecil sampai akhirnya menjadi suatu hegemoni seperti sekarang ini. Oleh karenanya, peristiwa kecil yang terwujud lewat diskusi di FISTRANS Institute aka menjadi bola salju (Snowball) yang bergulung – gulung semakin membesar menuju kemandirian pemikiran dan pola hidup di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar